Minggu, 14 November 2021

ETIKA MANUSIA SEBAGAI MAKLUK SOSIAL

 


 ALBERTUS MANDAT

 

Manusia pada hakiki bersifat sosial. Kesosialan itu nampak pula dalam keberadaan dirinya, dimana seseorang dalam mengambil dan menempatkan dirinya enta secara sekuder maupun secara primer dalam alam lingkungan yang membetuknya. Faktor pembentukan itu, pada dasarnya bersifat tidak memaksa, namun bersifat universal tergantung bagaimana manusia merespon atau menanggapi sebagai sebuah kebutuhan untuk suatu maksud pencapaian kehendak dan entitas diri. Dalam hal ini, mau tidak mau manusia itu harus membaur dengan alam lingkungan sehingga ia tidak menjadi makluk eksklusif, namun selalu up dite terhadap perubahan dunia luar.

Ketika berhadapan dengan alam lingkungan sosial secara prinsipil ia bebas dalam bertingkah atau berekspresi, namun yang dituntut disana adalah sikap tanggungg jawab, penghargaan, rasa kepemilikan, senasib, seperjuangan dan sepenanggungan dalam jalina relasi sosial. Seperti yang dikutip Franz Magnis Suseno dalam bukunya berjudul “Etika Politik”, Hoffe mengatakan bahwa “Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri dapat mengembangkan pikiran tentang tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannya dan sejauh ia dapat mencoba bertindak sesuai dengannya; ia adalah bebas karena ia mampu untuk melihat ruang gerak dengan pelbagai kemungkinan untuk bertidak yang sudah tersedia atau yang diciptakan sendiri dari padanya ia dapat memegang salah satu”.

Manusia harus mampu bertanggungjawab dan secara bijaksana membaca peluang dan ruang unutuk dirinya dengan maksud untuk pemetaan dan penataan dirinya. Dalam kebertindakan, manusia membutuhkan suatu unsur entitas lainnya yakni fungsi dan peranan dari suara hati. Suara hati itu seakan menjadi kompas sax sebagai penentu dan penunjuk arah kebertindakan dan sebagai fungsi kontrol untuk mengambil peran. Pendominasian peran suara hati bagi manusia meliputi segala perasaan emosianal, etika rasionalitas dan peran akal budi sebagai pembentukan lanjutan. Dalam hal ini yang perlu ditekankan ialah perlunya adanya tingkatan proses kerjasama antara kehendak dan hatinurani serta pertimbangan bathin untuk menjaga faktor keseimbangan dalam pembetukan diri.

Kesesuaian antara suara hati dan kehendak dapat membentuk suatu horizon makna yakni terbentuklah suatu keputusan yang bertanggung jawab yang mampu terlahir keluar dengan suatu semangat pembentukan dan pembaharuan. Dalam mentranferkan dirinya keluar, manusia harus memiliki jiwa yang kreatif dan daya ketramnpilan dalam menata kepribadiannya yang otentik. Dengan ketrampilan yang ada manusia mampu bepartisipasi secara aktif dan kreatif ditengah alam lingkungan dimanapun ia berada.

Oleh sebap itu sebelum terjun kedunia luar untuk pemakluman suatu jalinan relasi, manusia harus sudah terlebih dahulu matang. Kematangan itu harus meliputi segala aspek dalam dirinya yakni kematangan dalam perilaku, faktor perasaan emosional, cirta diri, kehendak, psikologi (menurut Signum Freud dari 4 tahun keatas) dan hatinurani.

Albert Mandat, Mahasiswa semester 7 STFK Ledalero, Maumere, Flores-NTT.  

 

                                              

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda