ETIKA MANUSIA SEBAGAI MAKLUK SOSIAL
ALBERTUS MANDAT
Manusia pada hakiki bersifat sosial. Kesosialan itu
nampak pula dalam keberadaan dirinya, dimana seseorang dalam mengambil dan
menempatkan dirinya enta secara sekuder maupun secara primer dalam alam
lingkungan yang membetuknya. Faktor pembentukan itu, pada dasarnya bersifat
tidak memaksa, namun bersifat universal tergantung bagaimana manusia merespon
atau menanggapi sebagai sebuah kebutuhan untuk suatu maksud pencapaian kehendak
dan entitas diri. Dalam hal ini, mau tidak mau manusia itu harus membaur dengan
alam lingkungan sehingga ia tidak menjadi makluk eksklusif, namun selalu up dite terhadap perubahan dunia luar.
Ketika berhadapan dengan alam lingkungan sosial secara
prinsipil ia bebas dalam bertingkah atau berekspresi, namun yang dituntut
disana adalah sikap tanggungg jawab,
penghargaan, rasa kepemilikan, senasib, seperjuangan dan sepenanggungan dalam
jalina relasi sosial. Seperti yang dikutip Franz Magnis Suseno dalam bukunya berjudul
“Etika Politik”, Hoffe mengatakan bahwa “Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri
dapat mengembangkan pikiran tentang tujuan-tujuan dan sarana-sarana
kehidupannya dan sejauh ia dapat
mencoba bertindak sesuai dengannya; ia adalah bebas karena ia mampu untuk
melihat ruang gerak dengan pelbagai kemungkinan untuk bertidak yang sudah
tersedia atau yang diciptakan sendiri dari padanya ia dapat memegang salah
satu”.
Manusia harus mampu bertanggungjawab dan secara bijaksana
membaca peluang dan ruang unutuk dirinya dengan maksud untuk pemetaan dan
penataan dirinya. Dalam
kebertindakan, manusia membutuhkan suatu unsur entitas lainnya yakni fungsi dan
peranan dari suara hati. Suara hati itu seakan menjadi kompas sax sebagai penentu dan penunjuk arah
kebertindakan dan sebagai fungsi kontrol untuk mengambil peran. Pendominasian
peran suara hati bagi manusia meliputi segala perasaan emosianal, etika rasionalitas dan
peran akal budi sebagai pembentukan lanjutan. Dalam hal ini yang perlu
ditekankan ialah perlunya adanya tingkatan
proses kerjasama antara kehendak dan hatinurani serta pertimbangan bathin untuk menjaga faktor
keseimbangan dalam pembetukan diri.
Kesesuaian antara suara hati dan kehendak dapat
membentuk suatu horizon makna yakni terbentuklah suatu keputusan yang
bertanggung jawab
yang mampu terlahir keluar dengan suatu semangat pembentukan dan pembaharuan.
Dalam mentranferkan dirinya keluar, manusia harus memiliki jiwa yang kreatif
dan daya ketramnpilan dalam menata kepribadiannya yang otentik. Dengan
ketrampilan yang ada manusia mampu bepartisipasi secara aktif dan kreatif
ditengah alam lingkungan dimanapun ia berada.
Oleh sebap itu sebelum terjun kedunia luar untuk
pemakluman suatu jalinan relasi, manusia harus sudah terlebih dahulu matang. Kematangan
itu harus meliputi segala aspek dalam dirinya yakni kematangan dalam perilaku,
faktor perasaan emosional, cirta diri, kehendak, psikologi (menurut Signum
Freud dari 4 tahun keatas) dan hatinurani.
Albert Mandat, Mahasiswa semester 7 STFK
Ledalero, Maumere, Flores-NTT.
Label: Artikel
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda