DI MANA ADAKU DALAM KAMU?
DI MANAKAH ADAKU DALAM KAMU?
(Sejenak, aku menyaksikan dunia dalam segala isinya dari tanjung harapan.
Terbesit pertanyaan dalam hatiku, apakah dunia sedang dalam pemulihan?
Pemulihan apa dan mengapa mesti terjadi kembali?
Mungkin kebebasan dan hati mereka telah diperbudak oleh nafsu duniawi sehingga adanya pemulihan)
Aku menyaksikan dan mendengarkan suara petanda kesengsaraan dari ujung tanjung harapan itu,
Suara yang mengisaratkan pertolongan di tengah duka duniawi mendalam,
Dari ujung utara sampai selatan, dan dari ujung timur sampai unjung barat,
Terdengar teriakan, minta tolong kepada yang takberhingga.
Suara itu sedemikian nyaringnya, sehingga hampir saja meruntuhkan keheninganku di tujung tanjung itu,
Kami binasa,
Kami sangat menderita di lembah duka ini,
Kami tak berdaya,
Dengarku, suara-suara itu dibaluti dengan deru lautan dan petir yang sambar menyambar,
Suara-suara itu seakan-akan mau meruntuhkan cakrawala dam bintang-bintang,
Semakin suara itu menggelitir kata tak berdaya,
Deru lautan dan amukan badai semakin tak menghiraukan arah kompas sang pelaut.
Kemudian apa yang terjadi?
Lihat … lihat … lihat …
Dia yang empunya, Dia yang tak berhingga, Dia yang melampuhi batas ruang dan waktu,
Dia menandaskan dan menegaskan kalimat ini: “kebebasan dan hatimulah yang telah diperbudak oleh nafsu duniawi”
Lanjut-Nya, “Di manakah adaKu dalam kamu, wahai makluk mulia ciptaanKu?”
Kamu lebih memilih duniawi, dari pada mendahului Aku dalam segala urusan duniawimu,
Kamu memegahkan apa yang tidak akan kamu bawa ketika menghadap Aku,
Tahukah kamu, kamu dating tidak membawa apa-apa, begitu pula ketika kamu pergi kamu juga tidak membawa apa-apa,
Sulaman dan rentetan kalimat peringatan ini disertai pula dengan deru lautan, amukan badai samudera, kilatan petir yang sambar-menyambar, terpaan angin topan beliung,
Terhadap kenyataan ini, rasa-rasanya, aku ingin secepatnya terperanjak dari penglihatan panjang itu,
Inginku sesegera mungkin berteriak dari menara harapan tanda peringatan kepada semua manusia,
Kataku, “bertobat…bertobat…bertobat wahai sekalian kita”
Jadikanlah adamu dalam adanya Dia,
supaya segala penghakiman kepada kita mencapai titik pengampunan,
Tahukah kamu, adanya Dia dalam segala keadaan kita,
Adanya Dia, jika kita mendahulukan semua urusan duniawi kita dalam segala adanya Dia.
Label: Puisi, RENUNGAN IMAN
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda