Senin, 18 Desember 2023

KASIHKU SURAM

 KASIHKU SURAM

By: All

(Dalam sekejap pandangan mata, aku mendengar riuh reda suara isak tangis, jeritan kebinasaan, teriakan minta tolong bernuasa kata pertobatan yang dibaluti penyesalan yang mendalaman, kami salah, kami menyesal, 

kami tersesat, ampunan dan kasih-Mu, ya Tuhan, 

kami sangat membutuhkan. 

Ya, amin, amin, amin)


Oooooo ... nirwana keindahan buah jari tangan Sang Kalik Agung,

Indahmu hanya sekejap mata dibaluti buram kekerasan hati dan keegoan budi,

Sang pujaan-Mu yang diaggungkan dari sedia kalah, kini telah menoreh luka bait-bait sajak-Mu,

Dalam sanubarinya, Engkau telah menitipkan buli-buli emas senanjung jiwa dan raganya,

 Tapi kini, dosa pengkhianatan merusak citra murni-Mu.


Dari sudut kerohanian...ya....di sana....

Lihat...lihat...lihat, wangian asap dupa membumbung memenuhi di cakrawala,

Rapalan dan rangkaian mazmur kebaktian memuja di hadapan mesbah dan taktha-Mu,

Seraya memohon ampun dan kasih-Mu untuk jiwa dan ragaku yang sudah mulai rapuh,

Dekaplah jari dan jemari-Mu, ya Tuhan, dengan hisop pembersih kelam kelabu jiwaku,


Tuhan jika pertobatan adalah jalan bagiku, 

Jika kesengsaraan dan penderitaan adalah jalan bagiku,

Aku mohon setetes embun segar dan seberkas cahaya terang-Mu,

Demi menerangi kembali kasihku yang sudah terlanjur suram akibat badai dan hatiku,


Tuhan, ...

Semuanya hanya semu belaka, jika hidup dan matiku tidak ada didalam Tuhan, Dialah  segalanya bagiku, Dia hebat, Dia Persaiku, Dia tugu pertahananku, dan Dia benteng hidupku. Bersama-Nya, aku tidak akan goyah


Label:

MENELISIK MASALAH PERNIKAHAN USIA DINI YANG TERJADI PADA REMAJA DI DESA KELITEMBU, KECAMATAN WEWARIA, KABUPATEN ENDE


Gambar Ilustrasi Pinterest


MENELISIK MASALAH  PERNIKAHAN USIA DINI 

YANG TERJADI PADA REMAJA  DI DESA KELITEMBU, KECAMATAN WEWARIA, 

KABUPATEN ENDE

Oleh: Albertus Mandat Minggu, S.Fil

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan masalah perkawinan usia dini di Desa Kelitembu. Dengan maksud untuk menemukan masalah dasar pernikahan usia dini di Desa Kelitembu serta berbagai faktor dan dampak perkawinan usia dini terkhususnya bagi remaja di Desa Kelitembu. Dan bagaimana sikap orangtua dalam menerapkan model pendampingan dan pendidikan seksualitas bagi remaja di Desa Kelitembu.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan metode deskriptif kualitatif dengan model pendekatan fenomenologis terhadap gejala-gejala atau fenomena masalah pernikahan usia dini di Desa Kelitembu dalam kehidupan remaja. Sumber data penelitian melalui teknik wawancara dengan beberapa responden pelaku masalah perkawinan di bawah umur. Teknik mengumpulkan data informasi secara deskriptif melalui wawancara langsung dengan beberapa informan kunci dan spesialis. Langkah yang digunakan adalah peneliti melakukan penelitian antara lain pertama, teknik mengumpulkan data dengan proses wawancara. Peneliti mewawancarai responden pelaku pernikahan usia dini dan beberapa narasumber lainnya yang secara khusus mengetahui masalah hubungan pernikahan usia dini di Desa Kelitembu. Metode ini guna membantu dan meningkatkan penelitian dan hasil temuan peneliti terhadap masalah dasar dari hubungan perkawinan usia dini di Desa Kelitembu. 

Kata Kunci: Hubungan Pernikahan Usia Dini, Moral Seksualitas

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 Pendahuluan 

Pernikahan adalah salah satu hal yang paling penting dalam seluruh perjalanan hidup manusia. Pernikahan merupakan suatu bentuk atau model hidup dalam satu persekutuan berdasarkan satu ikatan cinta. Ikatan cinta menjadi tali silaturahmi antara dua pasangan hidup. Hidup pernikahan tidaklah dipandang sebagai kontrak hidup, tetapi sebagai satu persekutuan cinta yang berpartisipasi dalam cinta ilahi, persekutuan hidup yang saling menerima dasarnya pada cinta Allah, yang mau menyelamatkan manusia.  Pernikahan yang berdasarkan cinta dan pemahaman yang benar tentang seksualitas pada akhir-akhir ini, telah mengalami degradasi pengahayatan akan kekudusan dan kemurnian sebuah perkawinan oleh berbagai macam problem sosial kemasyarakatan yang dilakukan remaja yakni masalah perkawinan usia dini. Pernikahan  dini  merupakan  perkawinan  di  bawah  umur. Pernikahan ini jika dilihat dari segi psikologis dapat dinyatakan belum maksimal  baik  secara  persiapan fisik, mental  dan persiapan materi. Berdasarkan pengamatan dan studi dari berbagai sumber dan kajian literatur terdapat  berbagai  faktor  yang melatar belakangi  terjadinya  pernikahan  dini yang dilakukan oleh remaja.  Faktor-faktor ini mendatangkan dampak buruk. Dan tentulah dari berbagai fakor yang ada sangat merugikan remaja dalam perjalanan hidup bahtera rumah tangga mereka. Berhadapan dengan masalah ini, menurut Samita perlu adanya suatu sikap pendewasaan  usia  kawin,  peduli keluarga  sejahtera  dan pemerintah  peduli remaja  berupa  solusi  baru  yang  lebih  objektif  yang  dapat dijadikan  sebagai langkah awal untuk mengatasi maraknya pernikahandini (Sasmita, 2008).

Dalam penetapan BKKBN, idealnya usia sebuah pernikahan  perempuan adalah minimal 20  tahun. Usia ini secara psikologis dilihat sudah mampu dalam menyelesaikan sebuah  hal, dan ini berpengaruh dalam perkawinan. Wanita yang masih berumur kurang dari 20 tahun cenderung belum siap karena kebanyakan diantara mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan pendidikan yang baik dan bersenang-senang. Dan usia laki-laki minimal 25 tahun jika dilihat dari kematangan psikis dan fisiknya sudah sangat mampu menopang kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial (BKKBN, 2010).

Dalam kaca mata nasional (BKKBN, 2012) dari kelompok umur 10-14 yang melakukan perkawinan dini sebesar 9,5% yang tergolong tidak sekolah dan 9,1% yang tidak tamat sekolah. Secara terperinci  besar prosentase pernikahan usia dini twrcatat 4,8% yang berusia 10-14 tahun dan 4,8% pada usia 15-19 dan kaum muda yang paling banyak melakukan pernikahan dini tercacat di pulau Kalimantan Selatan sebanyak 90%, Jawa Barat 75%, Kalimantan Timur 71%, Kalimantan Tengah 70%, Banten 65% dan Provinsi Jawa Timur sebesar 61% (RISKESDAS, 2010). Data prosentase ini mengungkapkan dan menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan usia dini yang tentunya mengalami tren meningkat pada tahun 2010. Besar prosesntasi ini tidak sama sekali bersifat minimum namun bersifat maximum. Angkah ini menunjukan bahwa pernikahan dini sungguh sangat memprihatinkan dengan model penegakkan hukum dan norma pernikahan di Indonesia dan gaungan dari berbagai pihak lainnya yang mengumandangkan tentang bahaya perkawinan usia dini. Adapun hal lainnya, berkaitan peran keluarga dan tingkat kesadaran dari remaja yang tergolong masih belum menjawab problem demkikian.

   Uraian di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang lebih ekstensif tentang masalah pernikahan usia dini yang dilakukan oleh remaja di Desa Kelitembu, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende. Menurut temuan penulis, pernikahan usia dini di Desa Kelitembu dilatarbelakangi oleh minimnya pemahaman tentang seksualitas, minimnya tingkat kesadaran remaja akan nilai moral perkawian,  pergaulan bebas, kumpul kebo, cinta palsu yang bangun dalam masa pacaran atau cinta semu atau bersifat labil, kurangnya peran pemerintah dan keluarga dalam bersosialisasi tentang bahayanya melakukan pernikahan usia dini. Adapun hal lainnya, faktanya remaja membangun cinta tidak berdasarkan tingkat kematangan usia, dan psiko-emosional tetapi karena ‘kecerobohan’ dalam mejalin relasi dengan lawan jenis pada masa pacaran. Penulis juga menemukan pernikahan usia dini biasanya dipengaruhi oleh dorongan untuk memuaskan keinginan dan kesepakatan sepihak tanpa adanya pertimbangan dari remaja akan dampak yang dihadapi dikemudian hari. Misalnya, masalah yang pling intens ialah kehamilan, ekonomi, kematian ibu dan jabang bayi dan percecokan. Berdasarkan masalah utama dan dampak dari pernikahan usia dini temuan-temuan penulis di atas, fakta-fakta inilah yang sedang terjadi dalam kehidupan remaja di Desa Kelitembu yang melakukan pernikahan usia dini.

             Berhadapan dengan masalah yang sangat serius ini maka sangat dibutuhkan peran serta dari pihak pemerintah, orangtua dan berbagai instansi yang terkait lainnya harus secara serius menangani masalah pernikahan usia dini. Peran pemerintah mempunyai peran penting dalam mengurangi angka pernikahan dini dengan meningkatkan pendidikan seksualitas pada usia dini, pemahaman tentang moral sebuah perkawinan. Dan juga peran penting dari orangtua dapat dilihat dari pendampingan dalam keluarga. Pendampingan dalam keluarga dapat berupa membangun kesadaran akan pentingnya sikap perhargaan terhadap sesama, terlebih kepada kaum perempuan, sikap percaya diri dalam menyelesaikan setiap masalah dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana. Jika dua ruang ini yakni dalam bidang pemerintahan dan keluarga berperan penting dalam setiap proses pertumbuhan dan perkembangan remaja, maka angkah pernikahan usia dini akan semakin menurun dari tahun ke tahun. Pasalnya, dalam diri remaja adanya tameng yakni karakter sejati, bijakasana, beraklak mulia, bermoral, tanggung jawab, dan mampu menyelesaikan masalah pribadi. 

              Berdasarkan  latar  belakang  tersebut  di  atas  maka  peneliti  tertarik  untuk mengetahui   lebih   lanjut   tentang “Menelisik Masalah Pernikahan Usia Dini Yang Terjadi Pada Remaja Di Desa Kelitembu, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende”.  

1.2 Metode Pengkajian

     Pada penelitian ini penulis menggunakan  metode kualitatif dengan tujuan agar bisa menggali lebih dalam dan menemukan informasi dari berbagai sumber materi terkait judul dan bahasan yang diambil penulis. Berbagai sumber yang digunakan dalam artikel ini antara lain diambil dari buku, pengisian survei online melalui google forms, geogle scholar serta beberapa jurnal onlina lainnya. Ada[un, peneloto melakukan observasi dan pengamatan di lapangan secara langsung yang bertepat di kampung Desa Kelitembu, Kecamatan Wewaria, Kabupaten Ende dari hasil observasi tersebut penulis mengumpulkan data melalui teknik observasi atau pengamatan secara langsung, dan teknik wawancara kepada beberapa pasangan remaja yang melakukan pernikahan usia dini. 

Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis hal ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan mengerti mengenai judul yang diambil dengan deskripsi materi yang sudah paparkan dan ditulis oleh penulis. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini yang pertama obbservasi dan pengamatan, wawancara dengan menyodorkan pertanyaan kuesioner dan mencatat, merekam, dan mendokumentasi. 

1.3 Tujuan Penulisan

Dalam penulisan ini, penulis membagi dalam dua tujuan yakni: pertama, tujuan intrinsik untuk mengekang angkah lajunya pernikahan usia dini di Desa Kelitembu. Kedua, tujuan ekstrinsik: sebagai sumbangsi untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam mengkaji dana menelisik masalah pernikahan usia dini.



2. PERNIKAHAN USIA DINI

2.1 Pengertian Usia Dini

Pernikahan usia dini merupakan bentuk pernikahan yang terjadi pada remaja tergolong masih di bawah umur. Menanggapi masalah pernikahan usia dini, pemerintah menetapkan UU Nomor 1 tahun 1974 pasal 71 yang menegakkan batasan usia maksimum pernikahan di usia muda adalah perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun (Baswedanet.al, 2010). Dilain pihak menurut BKKBN (2011) batasan usia muda adalah 10-21 tahun. Oleh sebab itu, pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan kaum muda (remaja) yang berusia dibawah 20 tahun yang belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Kusmiran, 2011). Sedangkan menurut Ghifari dalam Desiyanti (2015) berpendapat bahwa pernikahan muda atau usia dini merupakan pernikahan yang dilaksanakan diusia remaja karena adanya faktor kehamilan akibat hubungan seks pada masa pacaran. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan remaja adalah antara usia 10 – 19 tahun dan belum kawin.

Batas usia remaja menurut WHO (2014) adalah 12-24 tahun. Sedangkan menurut Depkes RI (2010), antara usia 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN (2012) adalah 10-19 tahun. Perhatikan tabel di bawah ini sebagai berikut: 

      Tabel 1.1. Batasan Remaja Menurut Usia


No. Pendapat  Para Ahli Remaja Awal Remaja Pertengahan Remaja Akhir Dewasa Muda

1. Felmand Ellot 10-14 tahun 15-17 tahun 18-20 tahun -

2. Stantrock 10-13 tahun 14-17 tahun 18-22 tahun -

3. James Iraore 10-14 tahaun 15-19 tahun - 20-24 tahun

4. Indonesia - 10-19 tahun - Belum menikah


         Sumber : Damayanti (2012)


2.2 Gambaran Umum Berkaitan Dengan Pernikahan Usia Dini

Dunia dewasa ini, ditandai dengan kemajuan dalam bidang teknologi dan mempengaruhi gaya hidup manusia secara khusus remaja. Pada dasarnya segala perubahan dan perkembangan dunia memberikan sumbangsi baik positif maupun negatif. Salah satu aspek negatif dari perubahan dunia yakni perilaku seks yang menyimpang pada kalangan remaja. Menurut Rifai, perkembangan teknologi telah membawa perubahan pada tatanan kehidupan dan gaya hidup remaja secara luas mempengaruhi perilaku seksual remaja ke arah penyimpangan norma moral seksualitas.  

Berdasarkan analisis Juliano Witjaksono dalam Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menegaskan bahwa jumlah remaja yang melakukan hubungan masalah pernikahan usia dini mengalami tren meningkat di daerah pedesaan.  Berdasarkan hasil penelitian terdapat 46 persen remaja berusia 15-19 tahun sudah berhubungan seksual dan 48-51 persen perempuan yang sudah hamil.  Realitas menunjukkan, perempuan muda berusia 15-19 yang telah menikah memiliki angka 11,7% jauh lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun sejumlah 1,6%  Terdapat 73 orang muda yang melakukan pernikahan usia dini.  Dari pihak perempuan sebanyak 36 orang dan laki sebanyak 37 orang. Setiap tahun sebanyak 3 sampai 10 orang remaja yang melakukan terdapat 73 orang muda yang melakukan masalah pernikahan dini.  Dari pihak perempuan sebanyak 36 orang dan laki sebanyak 37 orang. Masalah pernikahan usia dini pada remaja di Desa Kelitembu umumnya terjadi pada usia pertumbuhan dan perkembangan menuju tahap dewasa yakni pada umur 15 hingga 30 tahun.  Perempuan pada usia 15 sampai 18 tahun dan laki-laki pada usia 18 sampai 24 tahun melakukan masalah perkawinan di bawah umur.  Sebanyak 30 orang remaja melakukan masalah pernikahan usia dini pada waktu masih pada tahap atau jenjang SMP dan sebanyak 43 orang di jenjang SMA. 

Berbagai data di atas menunjukan bahwa remaja tidak lagi memiliki kesadaran moral yang ditandai dengan sikap mati rasa dan kecemasan moral, yakni hilangnya rasa cemas saat melakukan pelanggaran moral.  Kehilangan kesadaran moral ditunjukkan melalui sikap dan pandangan remaja yang menomorsatukan seks dalam masa pacaran. Perilaku seks yang dilakukan mendatangkan musibah yakni kehamilan pada usia pertumbuhan dari remaja ke dewasa. Remaja memandang seks hanya sebatas pada aspek biologis semata tanpa melihat dan memahami etika seksualitas.. Sikap pemahaman dan penghayatan ini dalam satu posisi didukung dengan perkembangan teknologi yang secara tidak bertanggung jawab misalnya adanya situs porno yang mengeksploitasi bentuk tubuh dan adegan persetubuhan. 

Menurut survei Komnas Perlindungan Anak di 33 Provinsi Januari s/d Juni 2008 menyimpulkan sebesar 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno; sebesar 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan masalah pernikahan usia dini pada masa pacaran, genital stimulation (meraba alat kelamin) dan oral sex (seks melalui mulut) dana mendatangkan masalah kehamilan.  Tentulah dengan kehamilan ini, menuntut remaja untuk meninggalkan masa pendidikan sekolah dan melanjutkannya dengan kehidupan keluaraga. Pada umumnya, berdasarkan hasil survei dan penelitian, penulis melihat dan mengobservasi   berkaitan dengan masalah kehamilan ini, pemerintah adat melakukan ritual perkawinan adat secara terlebih dahulu. Pemerintah adat melakukan ritual perkawinan adat ini dengan maksud untuk menolong remaja untuk terhindar dari faktor perzinaan. Perzinaan biasanya dikenal dalam bahasa setempat dengan nama pela pani. 

Pemahaman tentang hidup bersama seperti suami dan istri dengan didukung masalah kehamilan pada masa pacaran ini mendatangkan jusdment khusus sebagai bentuk perzinaan atau pela pani. Hal ini dikarenakan kecenderungan di salah-artikan tentang pemenuhan cinta lewat seks oleh remaja dalam masa pacaran. Remaja melihat dengan melakukan seks berarti mengungkapkan perjanjian untuk setia dan tanggung jawab seperti suami dan istri. Menyikapi persepsi yang salah dari remaja, maka harus dicari solusi dengan pendidikan rohani dan jasmani, pendidikan moral dan etika seksualitas agar mengatasi kecenderungan seksual yang tidak sehat pada masa pacaran. Hal ini maksud agar masalah kehamilan tidak menjadi faktor pendorong bagi remaja untuk hidup bersama atau melanggaengkan remaja untuk melakukan pernikahan dini. Sebaliknya remaja yang mempunyai penghayatan religius yang mendalam dapat menjadi benteng utama dalam memerangi perilaku penyimpangan dan mampu memiliki perilaku-perilaku baik sesuai norma moral yang berlaku.  Oleh sebab itu masalah hubungan pernikahan usia dini yang dilakukan remaja merupakan tindakan amoral dan sesat karena menyimpang dari aturan dan norma moral perkawinan pada umumnya.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mendukung Pernikahan Dini

Masalah pernikahan usia dini merupakan suatu gambaran degradasi moral seksual yang sangat merugikan setiap pasangan yang menikah pada usia yang relatif muda. Oleh sebab itu, setiap orang perlu mengetahui alasan mengapa masalah pernikahan usia dini masih sering terjadi dalam kehidupan remaja dan faktor-faktor apa saja yang mendasari permasalahan demikian. Pada tulisan ini akan disajikan beberapa faktor penyebab masalah pernikahan usia dini antara lain sebagai berikut:

2.2.1 Masalah Ekonomi Dalam Keluarga Perempuan

Dasar masalah ekonomi yang terjadi pada remaja yang melakukan pernikahan dini ialah pertama dari faktor usia. Faktor usia dapat menentukan pendapatan perkapita yang diperoleh atau dihasilkan. Faktor usia yang menginjak usia 19-20 belum mampu melakukan perkerjaan yang bersar dan berdampak pada kesehatan pribadi dan akhirnya berujung pada sakit berat dan meninggal. Kedua, remaja masih berstatus peserta didik yang hanya memperoleh ijasah SMP dan SMA. Status demikian tentunya sangat tidak memungkinkan remaja untuk melakukan pekerjaan yang mampu menghidupi anggota keluarga. Meskipun bekerja, tetapi adanya keterpaksaan dari remaja karena desakan akan kekurangan dalam keluarga. Ketiga, cara pandang atau perspektif tentang kehidupan bersama. 

Pada umumnya, remaja yang melakukan pernikahan usia dini masih tergolong labil dan belum desawa. Pada usia ini, kaum remaja belum punya cara pandang atau perspektif untuk kehidupan bersama apalagi memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga masih belum diharapakan. Sebab kaum remaja pada usia ini masih dalam tahap perkembangan dari usia rema menujuh usia dewasa. Oleh sebab itu dengan berbagai sumber pendudukung di atas, kaum remaja yang melakukan pernikahan dini pada usia dini akan mengalami masalah ekonomi dalam memenuhi  keluarga. Berdasarkan observasi dan pengmatan dari penulis, kehidupan kaum remaja yang melakukan pernikahan dini bergantung penuh pada kedua orangtua mereka tergantung situasi dan aturan budaya setempat. Dan pada umumnya kaum rema hidup bersama dengan keluarga perempuan.

2.2.2 Orangtua Dari Gadis Meminta Prasyarat Pertanggung Jawaban Kepada Keluarga Laki-Laki Apabila Mau Menikahkan Anak Gadisnya

Prasyarat ini tentulah muncul dari rasa keberpihakan dari kedua orangtua perempaun terhadap situasi karena faktor hamil dan penodahan kemurnian dan kesucian tubuh anak perempuan mereka. Prasyarat ini jika dilihat dari aturan adat-istiadat kebudayaan masing-masing manusia tentulah didukung dengan denda adat yang harus ditanggung oleh kaum laki-laki. Denda adat ini, sebagai ungkapan tanggapan, kesiapsediaan dan sikap tanggung jawab dari keluarga laki-laki terhadap keluarga kaum perempuan. Prasyarat ini dilakukan dengan maksud untuk menjaga adanya ketidakbertanggung jawaban dari pihak laki-laki. Sebab jika tidak dilakukan prasyarat demikian akan membuka kemungkinan, kaum remaja laki-laki meninggalkan dan bahkan tidak mengakui kehamilan yang mereka timbulkan. Oleh sebab itu dilakukan prasyarat demikian demi kebaikan bersama. Dengan dmikian maka akan dialnjutkan dengan proses pernikahan yang dimulai dengan pernikahan adat dan pernikahan agama.

2.2.3 Pendidikan Dan Pemahaman Yang Minim Tentang Seksualitas

Pemahaman seksualitas telah mengalami degradasi dan pergeseran dari zaman ke zaman khususnya dalam kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan adanya suatu konsep yang keliru dalam diri remaja untuk memahami dan memaknai seksualitas secara benar dan tepat. Umumnya, remaja kurang kritis dalam menanggapi dan mempelajari hal-hal baru serta informasi-informasi tentang seksualitas, sehingga remaja memandang seksualitas hanya sebatas hubungan badan. Minimnya pendidikan seksual dari remaja mendatangkan masalah penyimpangan seksual yang ditempuh seks yang tidak wajar demi mendapatkan kenikmatan.  Penyimpangan yang sering terjadi ialah hubungan seks pada tingkat remaja.

Pada lain pihak adanya faktor minim pemahaman dan pendidikan tentang seksualitas dari orangtua. Hal itu dapat berupa pembatasan pembicaraan mengenai seksualitas pada remaja. Alasan pembatasan ini, karena seksualitas masih dianggap tabu dan privat jika diperbincangkan kepada remaja. Akibatnya, remaja terdorong mencari informasi tentang seksualitas pada sumber-sumber salah yang dapat menjerumuskan mereka pada penyimpangan seksual pada masa pacaran. 

Berbagai informasi yang ada berkaitan dengan dunia pornografi, kasus pemerkosaan dan lain-lain. Dengan adanya informasih demikian, kama merangnsang sikap ingin tahun kaum remaja yang berujung pada perolehan dan peningkatan keinginan atau nafsu yang tidak terkontrol dan berujung pada masalah kehamilan. Dasar demikian berpengaruh pada terlambatnya perwujudan nilai moral akibat ekspresi cinta dilihat sebagai tempat untuk pelampiasan nafsu.  

Oleh sebab itu, embekalan dan pendidikan seksualitas adalah jalan untuk meminimalisasi tindakan seksual yang keliru dalam masa pacaran kaum remaja. Dalam pembentukan itu, peranan orangtua dilihat sangat penting dalam menanamkan segala nilai berkaitan dengan perilaku seksual.  Pembekalan dan pendidikan seksualitas perlu diperhatikan di berbagai lembaga pendidikan khususnya pendidikan tentang seksualitas. Oleh sebab itu orangtua dan lembaga pendidikan merupakan wadah yang strategis bagi kaum remaja menerima pembekalan dan pendidikan tentang pemahaman seksualitas yang benar dan tepat. Keberhasilan pendidikan dalam keluarga mesti dilakukan pendidikan rohani dan jasmani pada lembaga-lembaga resmi.  

2.2.4 Pemenuhan Cinta Palsu Dalam Masa Pacaran Kaum Remaja

Dasar pemenuhan cinta palsu yang ialah perilaku seks yang dilakukan kaum remaja. Kaum remaja melihat bahwa seks yang dibarengi dengan cinta mengungkapakan kesetiaan dan cinta sejati. Namun  dilain pihak dasar perihal tentang seks dan cinta merupakan ungkapan relasi intim antara pria dan wanita yang sudah resmi untuk hidup bersama sebagai pasangan suami dan istri. Seksualitas dalam arti yang luas dan mendasar dapat diterangkan sebagai cara berada dan relasi manusia sebagai laki-laki dan perempuan.  

Namun akhir-akhir ini pemahaman dasar tentang seksualitas telah mengalami pergeseran akibat pandangan yang keliru kaum remaja. Dalam pandangan mereka melihat seks dan cinta sebagai syarat utama untuk melengkapi hubungan percintaan dalam masa pacaran. Hubungan seks yang dilakukan kaum muda sebagai bentuk ungkapan cinta palsu terhadap pasangan dalam masa pacaran.  Cinta tanpa seks adalah ungkapan ketidaksetiaan dalam kaum remaja. Pandangan tentang pemenuhan seksualitas yang yang keliru mengantar kaum remaja pada masalah pernikahan dini, seks di bawah umur, aborsi, pornografi dan perzinahan oleh kaum muda pada masa pacaran.  Hal-hal ini merupakan reaksi yang ditimbulkan jika hasrat seksualitas dalam diri tidak bisa dibendung lagi. Oleh sebab itu, jalan pemenuhan cinta palsu lewat hubungan seks adalah sebuah jalan bagi kaum muda demi mengungkapkan nilai keseriusan dan kesungguhan dalam hubungan percintaan mereka

2.2.5 Akibat Paham Hedonis

Paham hedonis mengartikan kenikmatan sebagai tujuan hidup. Kenikmatan dalam paham ini bersifat semu dan berdasarkan keinginan daging semata. Kenikmatan dalam tulisan ini dimaksudkan ialah kenikmatan yang diperoleh dari tindakan seks pada masa dan usia yang belum matang. Hedonisme adalah paham yang bertujuan mencari kesenangan, kenikmatan dan kepuasan diri.  

Masalah hubungan pernikahan usia dini pada kuam remaja merupakan suatu relasi atau hubungan yang mengutamakan kenikmatan sesaat dan bersifat sesat. Kaum remaja yang melakukan hubungan seks umumnya mengutamakan kenikmatan seks sebagai tujuan utama dan maksud yang harus dicapai dan dipenhi. Tentulah kenikmatan ini dipengaruhi pada cara padangan yang jeliru dan sesat kaum remaja yang melihat tubuh. Umumnya hal ini terjadi pada kaum laki-laki yang melihat tubuh biologis perempuan yang dapat mendatangkan sensasi, daya tarik, keinginan dan sikap ingin tahu, serta coba-coba untuk mengekpresikan nafsu dalam diri melalui seks. Gambaran gaya hidup hedonis yang cenderung mengejar kesenangan tidak hanya pada ketergantungan akan banyaknya materi, tetapi kesenangan dan kenikmatan bentuk tubuh.  

Kenikmatan dalam paham hedonis ini tentunya tidak bertanggung jawab dan sesat serta mendatangkan permasalahan bagi kehidupan kaum remaja. Misalnya, terjadinya kasus pemerkosaan, percabulan, ketergantungan pada dunia pornografi, HIV dan AIDS, dan masalah kehamilan dalam kehidupan kaum remaja. Gambaran kasus-kasus ini dilain pihak mengungkapkan dan menggambarkan penodaaan dan penistaan terhadap  harkat dan martabat seseorang, khususnya terhadap kaum perempuan. Lebih jauh daru itu, perolehan kenikmatan yang keliru akan mempengaruhi segi psikologis dan psiko-emosional kaum remaja, sehingga mereka melihat dan memandang segala bentuk hubungan eksklusif sebagai tempat untuk membangkitkan kenikmatan sesaat dan naluri birahi. 

2.2.6 Pergaulan Bebas Dalam Masa Pacaran Kaum Remaja

Pergaulan bebas dalam masa remaja merupakan salah faktor pemicu terjadinya pernikahan usia dini. Kebebasan yang dimasudkan ialah ketidakterikatan kaum remaja terhadap setiap aturan dan hukum yang bersifat mengikat dan membimbing ke arah hidup yang lebih baik dalam berbagai aspek kehidupan. Kebebasan dan ketidakterikatan kaum remaja berhubungan aturan, norma, moral dan hukum perkawinan dalam lingkup adat-istiadat, aurtan pemerintah sipil  dan aturan agama. Dengan adanya ketidakterikatan dan kebebasan ini menimbulkan keterlepasan pribadi dari segala hal yang mengikat. Salah satunya yang sedang terjadi dalam kehidupan kaum muda dan kaum remaja ialah model hidup pergaulan bebas. 

Pergaulan bebas yang tidak didasarkan pada tanggung jawab dan keterikatan pada aturan hukum dan norma kehidupan mendatangkan dan melahirkan keputusan yang kurang bijak. Penyelewengan dari aturan dan norma yang mengatur tetang pemenuhan seksualitas dan pernikahan yang benar dan tepat sesuai dengan kaida dan aturan sedang terjadi dalam kehidupan kaum remaja. Pasalnya, dalam diri kaum muda adanya sikap penolakan luar biasa terhadap setiap aturan yang ada. Bagi mereka, dengan adanya aturan ini, sama halnya mengekang dan menisdas ekpresi kebebasan dalam diri. Dengan adanya paham dan penolakan (seks bebas) ini, maka pergaulan bebas adalah jalan keluar, solusi dan pilihan yang mampu memberi ruang untuk mengejawantakan keinginan pribadi yakni seks bebas. Parahnya ialah jika hal ini akan secara terus-menrus terjadi dalam kehidupan kaum remaja maka akan menjadi suatu  model gaya hidup baru, trend hidup baru, dan budaya baru yang sedang terjadi.  

Dalam pergaulan bebas, kaum muda cenderung mengekspresikan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab terhadap sesamanya. Kurangnya pemahaman yang benar terhadap seksualitas menjadi faktor bagi kaum muda untuk melakukan masalah perkawinan di bawah umur atau pernikahan usia dini.  Hal ini akan membuka kemungkinan timbulnya rasa ingin tahu dari dalam diri tentang hubungan seks. Dalam kebersamaan ini, kaum muda cenderung saling mempengaruhi satu sama lain dalam menonton video porno dan melihat gambar-gambar porno. Wujud dari tindakan kekompakan antar kaum remaja berdasarkan perihal di atas ialah berujung pada pengekspresian diri secara bebas dari kaum remaja dalam melakukan hubungan seks secara ilegal.

2.2.7 Kekeliruan Dalam Penggunaan Dan Pemanfaatan Media Sosial

Perkembangan media sosial dapat mendorong kaum muda untuk mengakses berbagai informasi. Informasi-informasi dalam hal ini berkaitan dengan dunia seksualitas, antara lain dunia sensasi hubungan percintaan, situs-situs pornografi, video-video pornografi, blue film atau filem dewasa, romantisme hubungan percintaan yang dilegalkan secara bebas dalam meedia sosial. Tentulah hal ini membangkitkan rasa ingin tahu dan coba-coba dari dalam diri kaum muda untuk melakukan dan meniru tindakan demikian. Perkembangan media sosial membuka kemungkinan kaum muda secara bebas mengakses situs-situs pornografi.  Jika dlilihat dari arti pornografi itu sendiri adalah pelanggaran terhadap hak harkat dan martabat tubuh manusia baik pria maupun wanita. Dengan adanya irama kecenderungan yang ditopang dengan sikap ingin tahu maka dapat dipastikan penggunaan media sosial yang keliru seperti yang dilakukan kaum remaja mendatangkan penodaan terhadap citra diri, jati diri, keotentikan diri di hadapan Tuhan dan sesama.

Jika hal ini menjadi sebuah kebiasaan dan budaya, maka kaum muda menjadikan media sosial sebagai sarana untuk merangsang nafsu birahi. Nafsu itu akan terpenihu jika adanya suatu sensasi yang mempu mengatasi gejolak dalam diri. Nah dengan demikian, kaum muda yang sudah cenderung melihat hal ini sebagai cela dan ruang untuk mengatasi nafsu birahi dalam diri, maka perwujudan tindakan yang melakui diri sendiri (mesum, marstubasi) dan merugikan orang lain (percabulan, pemerkosaan, seks bebas) merupakan solusi dan jalan keluar. Oleh sebab itum kehadiran media sosial (situs pornografi, blue film, video-video porno) telah mempengaruhi pola pikir, akal budi dan hatinurani kaum remaja dalam model hubungan seks secara timbal balik dalam dunia percintaan. 


2.2.8 Kurangnya Penegakan Aturan Adat Istiadat Kebudayaan Ende-Lio Tentang Bahaya Model Perkawinan Pela Pani Atau Nika Kea Pela di Desa Kelitembu

Kurangnya penegakan aturan adat istiadat kebudayaan ende-lio tentang bahaya model perkawinan pela pani di Desa Kelitembu. Secara etimologis nika kea pela mengandung arti “nika” artinya pernikahan atau perkawinan, “kea” artinya bermain dan “pela” artinya hubungan seks diluar perkawinan. Oleh sebab itu, nika kea pela adalah sebuah bentuk atau model perkawinan yang terjadi dalam kehidupan kaum remaja. Model perkawinan ini didasarkan oleh faktor pengaplikasian cinta dengan melakukan seks di luar perkawinan. Adapun faktor lainnya karena adanya unsur kemendesakan atau sikap paksaan dari keluarga perempuan atas kehamilan yang ada. 

Model perkawinan kea pela adalah sebuah fenomena sosial di Desa Kelitembu dalam kurung waktu dua puluh tahun terakhir dan masih terjadi sampai pada generasi sekarang dalam kehidupan kaum remaja. Banyak pasangan remaja dan kaum muda di desa ini salah dalam mengabadikan dan menginternalisasi cinta yang dibangun dengan melakukan hubungan seks. Sehingga julukan nika kea pela adalah motif baru atau trend hidup baru yang sedang terjadi dalam kehidupan mereka. Sikap kekeliruan ini dibangun karena didasarkan pada sikap pembenaran akan perwujudan cinta melalui seks yang dibangun dalam masa pacaran. Atas dasar permasalahan demikian, model nika kea pela adalah sebuah bentuk perkawinan usia dini dalam kehidupan remaja di Desa Kelitembu. 

Nika kea pela dalam urusan perkawinan adat, dari pihak mosalaki dan keluarga akan tetap melangsungkan perkawinan yang ada dengan didasarkan pada sikap tanggung jawab dari seorang laki-laki dan berdasarkan kesungguhan cinta yang dibangun kedua pasangan. Jika tidak adanya sikap pengakuan dan tanggung jawab dari pihak laki-laki maka akan dikenakan sanksi berupa denda (wae pela) yakni dikenakan hukum adat dengan tidak akan diakui keberadaan dan statusnya dalam keluarga dan urusan adat. Atas dasar larangan tegas ini maka sangat dituntut sikap tanggung jawab dari seorang laki-laki dan perempuan. Kedua nilai yang ada menjadi modal dasar agar model pernikahan demikian dapat diurus secara adat. Dalam hal ini, perkawinan ini dapat diurus secara adat jika adanya nilai tanggung jawab dan dasar atau semangat cinta yang melatar belakangi hubungan percintaan tersebut.

2.3 Dampak-Dampak Akibat Pernikahan Usia Dini

Berdasarkan beberapa faktor pendukung terjadinya pernikahan usia dini, maka mendatangkan dan menimbulkakn dampak-dampak biologis, psikologis dan moral bagi seorang kaum remaja. Dari berbagai dampak yang penulis jabarkan di bawah ini tentunya sangat membawa kerugian, penderitaan, dan kematian bagi kaum remaja yang melakukan perkawinan usia dini. Sebab dampak-dampak yang ada merupakan hasil dan kesimpulan dari perilaku seks yang menyimpang dari kehidupan kaum remaja. Dampk-dampak akibat pernikahan usia dini, antara lain: 

2.3.1 Dampak Biologi

Dampak biologi dalam dari pernikahan usia dini yang dilakukan kaum remaja berpengaruh pada fisik, yakni anggota tubuh seorang pria dan wanita yang melakukan pernikahan usia dini. Lebih dalam hal ini, pada kaum perempuan akan berpengaruh pada alat-alat reproduksi yang belum siap untuk melakukan hubungan dan kehamilan, pada kaum pria akan mengalami gangguan pada alat reproduksi yang belum siap untuk melakukan hubungan.

2.3.1.1 Alat Reproduksi Pria Dan Wanita Belum Matang

Setiap pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh manusia mengalami perkembangan setiap tahun dapat dilihat faktor usia. Dalam hal ini, faktor usia dapat menentukan pula seorang sudah siap atau belum dalam melakukan hubungan seks berdasarkan aturan dan norma yang berlaku. Dengan demikian, masalah pernikahan usia dini yang terjadi dalam kehidupan kaum remaja menunjukan dan menggambarkan tindakan pemaksaan terhadap anggota tubuh untuk menanggung beban yang belum seharusnya dipikul. Dalam hal ini berkaitan dengan alat reproduksi dan masalah kehamilan. 

Kaum muda yang melakukan hubungan intim pada usia yang relatif masih tergolong muda akan mendatangkan luka pada bagian alat kelamin dan mendatangkan penyakit (HIV dan AIDS) dan juga pada wanita akan merasa kesakitan dan kesengsaraan pada waktu usia kehamilan. Dasarnya ialah segala alat vital atau reproduksi pria dan wanita secara biologis belum matang. Dasar ketidakmatangan pada alat reproduksi dapat mendatangkan berbagai penyakit kelamin misalnya, HIV dan AIDS, spilis, dan penyakit kemaluan lainnya. Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertamakali juga meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV dan AIDS. Banyak remaja yang menikah dini berhenti sekolah saat mereka terikat dalam lembaga pernikahan, mereka seringkali tidak memahami dasar kesehatan reproduksi, termasuk di dalamnya risiko terkena infeksi HIV. Infeksi HIV terbesar didapatkan sebagai penularan langsung dari partner seks yang telah terinfeksi sebelumnya.  Lebih jauh lagi, perbedaan usia yang terlampau jauh menyebabkan anak hampir tidak mungkin meminta hubungan seks yang aman akibat dominasi pasangan. Pernikahan usia muda juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya karsinoma serviks. Keterbatasan gerak sebagai istri dan kurangnya dukungan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena terbentur kondisi ijin suami, keterbatasan ekonomi, maka penghalang ini tentunya berkontribusi terhadap meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada remaja yang hamil. Tentulah hal ini akan menimbulkan hambatan terhadap pertumbuhan dan perkebangan mereka. Sehingga masa kekerdilan enta dari faktor biologis (fisik) dan alat vital. 

2.3.1.2 Wanita Yang Hamil Di Usia Dini Yakni 17-24 Tahun Sangat Rentan Mengalami Kematian

Wanita yang hamil di usia dini yakni 17-24 tahun dapat berpengaruh pada kematian ibu dan jabang bayi. Kematian yang disebabkan oleh ketidakmatangan alat reproduski, rahim, kelenjar susu seorang wanita. Menurut Eddy Fadlyana dan  Shinta Larasaty (Sari Pediatri, 2009) Pasalnya, menurut survei dari berbagai pakar medis menerangkan bahwa wanita yang hamil pada usia muda dapat meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu maupun pada jabang bayi. Resiko yang dirasakan seorang perempuan yakni pendarahan, mengalami sakit ketika bersalin, tubuh dan rahim yang belum siap untuk mengandung bayi, kekuarangan nutrisi pada bayi dan kelenjar susu yang belum bisa menghasilkan air susu. 

Disebutkan bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. Angka kematian ibu usia di bawah 16 tahun di Kamerun, Etiopia, dan  Nigeria, bahkan lebih tinggi hingga enam kali lipat.5 Anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta obstetric fistula. Data dari UNPFA tahun 2003, memperlihatkan 15%-30% di antara persalinan di usia dini disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula.  

Menurut Eddy Fadlyana dan  Shinta Larasaty (Sari Pediatri, 2009) Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di usia dini.5,10 Pernikahan anak berhubungan erat dengan fertilitas yang tinggi, kehamilan dengan jarak yang singkat, juga terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. 

2.3.2 Dampak Psikologi

Dampak psikologi dari pernikahan usia dini berdampak pada mental, karakter, sikap dan perilaku kaum remaja terhadap tekanan dan masalah yang sedang mereka hadapi. Jika keadaan tubuh atau fisik seorang kaum remaja telah mengalami gangguang maka secara tidak langsung pula akan mengakibatkan gangguan pada mental dan karakteristiknya. Beberapa hal itu antara lain, sebagai berikut: 

2.3.2.1 Belum Mampu Menghadapi Masalah Dalam Keluarga Karena Masih Labil

Masalah pernikahan usia dini mendatangkan dampak buruk terhadap hubungan suami dan istri. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kedewasaan dan kematangan usia yang masih tergolong muda dan belum bisa memikul tanggung jawab yang besar dalam sebuah hubungan keluarga. Setiap pasangan yang masalah pernikahan usia dini dipaksa untuk memikul tanggung jawab baru sebagai istri dan calon kepala keluarga yang diharapkan berperan lebih banyak mengurus rumah tangga maupun menjadi tulang punggung keluarga dan keharusan mencari nafkah.  Jika dilihat dari kematangan biologis dan usia kedua pasangan yang ada masih tergolong labil dan belum mampu memikul tanggung jawab dan mengurus rumah tangga.

Masalah pernikahan usia dini mendatangkan masalah bagi kaum muda dalam perkawinan. Berbagai masalah yang terjadi seperti perselingkuhan, kehadiran anak yang cacat, aborsi, zinah dan perceraian. Berbagai dampak yang ada memungkinkan terjadi dampak buruk dalam hubungan suami dan istri.  Dampak dari Masalah pernikahan usia dini akan menimbulkan tindakan kekerasan, penganiayaan, perselingkuhan. Masalah pernikahan usia dini tidak mendatangkan kebahagiaan, persatuan yang intimasi dan mencoreng nilai dasar perkawinan itu sendiri. Allah mewariskan dalam kodrat manusia (laki-laki dan perempuan), kebutuhan, panggilan, dan tanggung jawab untuk mengasihi dan hidup dalam persekutuan personal sebuah perkawinan.  Kesatuan dilihat dari sikap dasar  saling menerima dan memberi dalam memenuhi tuntutan dalam kehidupan keluarga.

2.3.2.2 Mendatangkan Masalah Perceraian

Masalah penceraian sudah menjadi masalah yang familiar terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Masalah ini sunggu sangat serius. Hal itu dapat dilihat dari dampak yang terjadi kepada pihak yang dikorbankan. Terhadap masalah ini, terdapat banyak faktor yang melahirkan permasalahan demikian. Faktor itu antara lain masalah ketidakcukupan ekonomi dalam keluarga, kecemburuan, perselisian pendapat, kurangnya keterbukaan antara suami dan istri, perselingkuhan serta banyak faktor lainnya.

Masalah penceraian juga menjadi trend atau model permasalahan yang lagi hangat terjadi pada kaum muda yang melakukan pernikahan usia dini. Menurut Yuspa Hanum dan Tukiman (2015:41), Selain berdampak pada pasagan suami-istri dan anak-anaknya perkawinan di usia muda juga akan membawa dampak terhadap masing-masing keluarganya. Apabila perkawinan di antara anak-anak mereka lancar, sudah barang tentu akan menguntungkan orang tuanya masing masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya akan terjadi perceraian. Hal ini akan mengkibatkan bertambahnya biaya hidup mereka dan yang paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah pihak.  Dasar terjadi masalah peceraian ini ialah disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor usia dan fisik yang belum matang ketika menghadapi masalah dalam kehidupan keluarga muda, masalah ekonomi, perselingkuhan, kecemburuan, masih labil dalam cara berpikir, dan berbagai faktor lainnya. Tentulah jika dilihat dari kata “cerai” itu sendiri, kata ini akan lebih memungkikan terjadi pada anggota keluarga yang sudah lama menjalani hidup bersama dalam keluarga. Namun keperuntukan kata ini, pada dunia dewasa ini tidak hanya terjadi dalam kubuh keluarga yang sudah lama dalam menghidupi keluarga, namun terjadi pula dalam kehidupan kaum remaja atau kaum muda yang melakukan pernikahan usia dini. 

Perihal di atas menggambarkan pertama, ketidakstabilan dan ketidakseimbangan dalam kaum remaja dalam mengambil suatu keputusan yang baik dan benar bagi diri sendiri dan orang lain. Kedua, pemahaman tentang hidup bersama yang didorong oleh kenikmatan tubuh semata, ketiga, pemahaman yang minim tentang bahaya seksualitas dalam masa pertumbuhan dari usia remaja menuju ke dewasa, keempat, kuarangnya keterbukaan antara kedua pasangan untuk hidup bersama. 

2.3.2.3 Mengalami Depresi Dan Tekanan Dari Pihak Keluarga Perempuan

Permasalahn yang sering dihadapi pasangan muda yang memilih nikah pada usia muda cenderung mengalami depresi dan tekanan dari pihak keluarga perempuan. Tekanan ini banyak dialami oleh kaum laki-laki. Dasar tekanan dari keluarga kaum perempuan bermotifkan tuntutan dan untuk bertanggung jawab terhadap anak perempuan yang sudah dibesar mereka. Berhadapan dengan tekanan ini dan dilain pihak didukung dengan latar belakang pengalaman pribadi berkaitan dengan faktor pendidikan yang minim, belum mempunyai pekerjaan yang tetap dan postur tubuh yang belum bisa melakukan pekerjaan yang berat mendatangkan depresi dan tekanan yang sangat luar biasa. 

Motif tuntutan dari keluarga perempuan semesti dan seharusnya dipenuhi dan tidak bisa menghindari dari tugas dan tanggung jawab demikian. Solusi yang dilangkahi oleh kaum laki-laki yang menghadapi masalah demikian memutusakan hidup untuk pergi merantau. Merantau merupakan jalan keluar untuk menekan intimidasi dan tekanan demikian. 

2.3.3 Dalam Bidang Sosial Ekonomi

Tidak ada pekerjaan yang menunggani atau mendukung ekonomi dalam keluarga karena fisik, mental dan ijazah pendidikan yang tidak bisa menjawab tuntutan dari setiap pekerjaan yang ditawarkan. Dalam menghadapi masalh demikain, kaum muda yang menikah pada usia muda memilih untuk tinggal bersama dengan orang tua sendiri dengan maksud untuk menghindari permasalahan ekonomi dalam keluarga muda. Selain itu, keputusan untuk pergi merantau adalah jawaban dan solusi dalam menghadapi masalah demikian. Tentulah keputusan ini sangat berpontensi pada keterpurukan pada hubungan pasangan muda. Dalam keputusan yang tidak stabil ini karena tuntutan situasi akan mengahasilkan kerugian yang sangat signifikan dan memperpuruk keadaan pasangan muda. Oleh dalam hal ini, keputusan menikah pada usia yang relatif yang masaih muda akan sangat memberatkab keluarga muda dalam mengarungi kehidupan mereka terutama masalah ekonomi dalam keluarga.

2.4 Solusi Yang Diambil Dalam Mencegah Pernikahan Usia Dini

2.4.1 Pemahaman Dan Pendidikan Moral Perkawinan Pada Kaum Muda Adalah Tanggung Jawab Utama Orangtua

Anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan. Kehadiran seorang anak dalam keluarga membawa warna dan sukacita tersendiri bagi suami dan istri. Kehadiran seorang anak dalam keluarga merupakan buah dari lambang cinta antara kedua orangtua. Dasar kehidupan bersama yang dibangun suami dan istri berdasarkan maksud dan tujuan Allah yakni demi suatu tindakan prokreasi dan pendidikan anak. Orangtua sedianya harus menghadirkan dan menunjang bangunan hidup rohani dan jasmani seorang anak. 

Pendidikan moral seksualitas berguna untuk membentuk dan mendidik mentalitas, nilai-nilai sosial kemasyarakatan, pemahaman seksualitas yang baik, dan aspek religius yakni tentang penghayatan iman seorang anak. Kaum muda Desa Kelitembu umumnya mengartikan cinta dan seks dalam tindakan selubung yakni motif dasar sikap saling mencintai dan mengasihi hanya sebagai landasan demi terpenuhi hasrat seksual dalam hubungan seks.  Model pendidikan demikian dapat mendorong seorang anak untuk menghargai harkat dan martabat sebagai seorang manusia yang dianugerahkan dengan martabat tubuh dan seksualitas. Seorang kaum muda mempunyai tanggung jawab atas dirinya sendiri maupun orang lain. Sikap dasar yang mesti dibangun oranguta ialah mendorong dan membentuk pribadi seorang anak untuk berkembang dalam aspek rohani dan aspek jasmani. Kedua aspek yang ada dapat menjadi landasan bagi kaum muda dalam membentuk jati diri. 

Berdasarkan pengalaman hidup dalam jenjang perkawinan akan dampak baik maupun buruk mesti secara terbuka diceritakan kepada kaum muda. Dasar bangunan hidup rohani dan jasmani orangtua dapat mempengaruhi mental dan psikologi seorang anak. Dasar pengalaman dapat membuka wawasan dan cara pandang orang muda dalam meniti kehidupannya di dalam masa pacaran. Pengalaman hidup perkawinan orangtua yang dapat mempengaruhi kepribadian kaum muda terkhususnya dalam pembentukan nilai moral perkawinan dapat membantu kaum muda dalam membangun kehidupan secara bijaksana dan bertanggung jawab.

2.4.2 Tanggung Jawab Orangtua Dan Para Pendidik Dalam Mendidik Kaum Muda Tentang Seksualitas

Pemahaman seksualitas dalam kehidupan kaum muda di Desa Kelitembu sungguh sangat memprihatinkan. Faktanya masalah pernikahan usia dini dalam kehidupan kaum muda sangat rentan terjadi dalam masa pacaran. Masalah pernikahan usia dini yang dilakukan kaum muda di desa ini dilatar belakangi dengan pemahaman yang minim tentang paham moral seksualitas. Dasar pemahaman seksualitas dalam kehidupan kaum muda hanya melahirkan masalah pernikahan usia dini pada masa pacaran. Dalam menyikapi permasalahan demikian, orangtua dan para pendidik sebagai agen utama dalam memberi pemahaman dan pendidikan tentang tubuh dan seksualitas. Menurut Yanti, Hamidah, Wiwita (2016:102), dari pihak sekolah agar sekolah lebih meningkatkan kerja sama dengan dinas kesehatan setempat, tokoh agama, serta pihak yang berwenang untuk memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang dampak negatif dari perkawinan usia muda serta membentuk kelompok sebaya untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi remaja. Peran orangtua dan para pendidik dalam mengajarkan dan mendidik edukasi seks yang benar sangat diperlukan agar kaum muda memahami dan mengerti tentang seks dengan baik dan bertanggung jawab. Dalam memberikan pendidikan tentang seksualitas kepada kaum muda, maka orangtua harus menerapkan beberapa langkah-langkah pendidikan seksualitas kepada kaum muda antara lain sebagai berikut:

2.4.2.1 Orangtua Harus Terbuka Dan Jujur Membicarakan Seksualitas Kepada Kaum Muda

Pendidikan seksualitas dari orangtua harus secara terbuka dan jujur kepada kaum muda, meskipun pada sisi lain pembicaraan tentang seks masih dianggap tabu dalam masyarakat. Sikap terbuka dan jujur dari orangtua merupakan tanda kasih dan kepedulian kepada kaum muda, di mana pada zaman sekarang kaum muda banyak terjebak dalam masalah pernikahan usia dini dalam masa pacaran.  Sikap keterbukaan dari orangtua merupakan tanggapan terhadap pertumbuhan perkembangan kaum muda yang cenderung melakukan penyimpangan seksual dalam masa pacaran. sikap keterbukaan orangtua menunjukan tanda ikatan tali kekeluargaan terhadap kehidupan kaum muda.  Oleh sebab itu, sikap dan tindakan pendampingan dari orangtua harus menyinggung cinta palsu dan seks jika disalah artikan kaum muda dalam masa pacaran. Sikap terbuka dan jujur dari orangtua dapat menekan perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab dari kaum muda dalam masa pacaran. Dengan demikian, sangat diharapkan dengan model pendampingan yang ada dapat membuka wawasan dan sikap wawasan kaum muda untuk tidak melakukan hubungan masalah pernikahan usia dini dalam masa pacaran.

2.4.2.2 Orangtua Mesti Mencari Waktu Dan Kesempatan Untuk Berdiskusi Tentang Seksualitas

Diskusi tentang seksualitas merupakan sikap bimbingan dan pendampingan yang dapat membuka wawasan kaum muda muda tentang seksualitas. Pendampingan demikian dapat membuka akhlak kaum muda dan menekan kebebasan kaum muda berkaitan dengan kekerasan seksual dan pornografi yang dapat merusak dan mempengaruhi perilaku moral dan etika seksual kaum muda. Berbagai model diskusi yang dapat dilakukan orangtua harus memetahkan masalah berkaitan dengan kekerasan seksual, pemahaman tentang seksual, faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan seksual dan dampak dari hubungan seksual pada masa pacaran. Oleh sebab itu, orangtua harus membicarakan seksualitas pada waktu bersama dengan kaum muda antara lain pada waktu makan bersama dan waktu rekreasi bersama. Waktu dan kesempatan yang ada merupakan tempat dan kesempatan yang sangat baik bagi orangtua dalam mengutarakan diskusi tentang seksualitas kepada kaum muda.

2.4.2.3 Orangtua Mesti Melakukan Pendampingan Dan Membatasi Penggunaan gadget Pada Kaum Muda 

Kehadiran media sosial sangat mempengaruhi perilaku seksual kaum muda. Kaum muda yang mengakses media sosial khususnya berkaitan dengan dunia pornografi. Kaum muda sering menimbulkan aksi-aksi yang tidak bertanggung jawab antara lain kaum muda yang cenderung larut dalam menikmati dunia hiburan yang berbaur pornografi cenderung meniru serta memperagakan kembali dalam masa pacaran. Sikap meniru merupakan sifat naluri dasar pada masa pertumbuhan dan perkembangan kaum muda. Oleh sebab itu, orangtua perlu membatasi kaum muda dalam menggunakan gadget, sebab sangat mempengaruhi perilaku seksual mereka dalam hubungan masa pacaran. Respon yang mesti dilakukan orangtua antara lain memperhatikan waktu belajar seorang anak, mengembangkan daya kreatif dari seorang anak dengan memanfaatkan media sosial sebagai ruang untuk mendapat informasi berkaitan dengan dunia pendidikan. Jika berbagai cara ini telah dilakukan orangtua sejak dalam kehidupan keluarga, maka akan membangkitkan pemahaman dan pendidikan tentang moral dan etika seksual yang bertanggung jawab bagi kaum muda dalam masa pacaran. Pendidikan demikian dapat mendorong kaum muda untuk menjadi generasi muda yang berkualitas yang mempunyai integritas diri.

3. KESIMPULAN

Seksualitas adalah anugerah dari Allah. Allah menganugerahkan martabat seksualitas agar manusia turut mengambil bagian dalam karya agung Allah yakni pada tindakan prokreasi. Sebagai anugerah Allah, tentulah seksualitas bukan sebagai ruang untuk mencari kenikmatan semata, namun sebaliknya seksualitas perlu dilandaskan atas sikap penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai revelasi Ilahi. Setiap orang harus menjaga dan memelihara seksualitas dalam perwujudan tindakan yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan dasar kemurnian kasih dan cinta, etika perilaku seksual yang baik dan berdasarkan moral perkawinan sebagai dasar dan pedoman dalam kehidupan seksualitas pada manusia.

Seksualitas pada pengertian sebagai daya atau ruang bagi manusia untuk melanjutkan keturunan telah mengalami degradasi dari makna asali atau hakikat dasar seksualitas. Hal itu dapat dilihat dari tindakan manusia yang memandang dan menafsir seksualitas hanya berhubungan dengan nafsu birahi dan kenikmatan semata yang merupakan perwujudan dari cinta palsu dalam sebuah hubungan. Masalah pernikahan usia dini merupakan salah satu bentuk penyimpangan pada makna asali atau hakikat dasar seksualitas dan kemurnian cinta dalam sebuah hubungan.

Masalah pernikahan usia dini terjadi ketika seorang kaum muda berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan menuju usia dewasa. Pada fase ini, kaum muda cenderung terobsesi oleh keinginan untuk mencari tahu dan mengenal dunia seksualitas dalam berbagai sumber informasi. Masa pacaran merupakan ruang dan tempat yang sangat memungkinkan bagi kaum muda untuk mengekspresikan gejolak nafsu lahiriah dalam diri kepada pasangan. Dorongan nafsu lahiriah ini pada dasarnya benar, namun dibutuhkan dan didukung dengan kematangan seksualitas, sikap tanggung jawab dan dasar kemurnian cinta yang bermoral dan bermartabat. Kaum muda harus menyadari dan mengusahakan dalam setiap hubungan tidak berlandaskan pada dorongan nafsu lahiriah semata, namun diperlukan sikap kesetiaan dan tanggung jawab dalam setiap pertumbuhan dan perkembangan dalam diri, khususnya berkaitan dengan kematangan seksualitas. Jika tidak, maka masalah pernikahan usia dini merupakan ajang bagi kaum muda dalam melampiaskan dorongan hawa nafsu lahiriah semata. Gejolak nafsu yang tidak bermartabat ini merupakan penyimpangan terhadap moral perkawinan dan etika perilaku seksual. 


Label: ,