Kamis, 11 April 2024

MASTURBASI SEBAGAI AKTUS PENCEMARAN TUBUH DAN EGOSENTRISME

 

MASTURBASI SEBAGAI AKTUS PENCEMARAN TUBUH DAN EGOSENTRISME

(Masturbasi dalam Kacamata Penilaian Moral Kekristenan)

Albertus Mandat Minggu, S.Fil

 

I. PENDAHULUAN

Perkembangan pesat saat ini turut memberikan kemajuan yang berarti bagi kehidupan manusia. Kemajuan yang pesat dalam pelbagai bidang kehidupan perlu mendapat apresiasi yang tinggi dari kita, tetapi di sisi lain dari kemajuan itu ada juga membawa aneka persoalan dalam kehidupan manusia. Semakin marak dan kompleksnya permasalahan moral dalam kehidupan sosial termasuk di dalamnya persoalan mengenai masturbasi. Ada juga banya istilah lain mengenai masturbasi yang berada dan beredar sampai ke telinga kita seperti onani, kocok, maupun rancap.

Dalam masyarakat hingga abad ke-20 masturbasi dianggap sebagai hal yang tidak baik. Anggapan memalukan dan berdosa yang terlanjur tertanam disebabkan karena porsi "penyalahgunaan" pada kata itu hingga kini masih tetap ada dalam kehidupan masyarakat modern, walaupun para aparatur kesehatan telah sepakat bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental. Tidak juga ditemukan bukti bahwa anak kecil yang melakukan perangsangan diri sendiri bisa mengalami celaka.

Yang terjadi adalah, sumber kepuasan seksual yang penting ini oleh beberapa kalangan masih ditanggapi dengan rasa bersalah dan kecemasan karena ketidaktahuan mereka bahwa masturbasi adalah kegiatan yang aman, juga karena pengajaran agama berabad-abad yang menganggapnya sebagai kegiatan yang berdosa. Terlebih lagi, banyak di antara kita telah menerima pesan-pesan negatif dari para orang tua kita, atau pernah dihukum ketika tertangkap basah melakukan masturbasi saat kanak-kanak. Pengaruh kumulatif dari kejadian-kejadian ini seringkali berwujud kebingungan dan rasa berdosa, yang juga seringkali sukar dipilah. Saat di mana masturbasi menjadi begitu berbahaya adalah ketika ia sudah merasuk jiwa (kompulsif). Masturbasi kompulsif - sebagaimana perilaku kejiwaan yang lain - adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan penanganan dari dokter jiwa.

Untuk lebih jelasnya kita akan mencoba melihat, dan memberikan penilaian terhadap tindakan masturbasi itu dalam terang etika kekristenan yang dapat menjadi panduan dalam kehidupan dan afeksi seksual.

II. MELIHAT PERSOALAN MASTURBASI

Masturbasi, onani, atau rancap adalah perangsangan seksual yang sengaja dilakukan pada organ kelamin untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual. Perangsangan ini dapat dilakukan tanpa alat bantu ataupun menggunakan sesuatu objek atau alat, atau kombinasinya. Masturbasi merupakan suatu bentuk autoerotisisme yang paling umum, meskipun ia dapat pula dilakukan dengan bantuan pihak (orang) lain. Masturbasi memunculkan banyak mitos tentang akibatnya yang merusak dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata asalnya dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus (tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti "penyalahgunaan dengan tangan". Dalam bahasa Melayu, masturbasi dikenal sebagai merancap, namun kata ini dalam penggunaan sehari-hari di Indonesia jarang dipergunakan lagi. Kata-kata kiasan sering dipakai untuk menyebutkan kegiatan ini, seperti "mengocok", "main sabun", dan sebagainya. Dalam percakapan sehari-hari bahasa Indonesia, kata coli cukup sering dipakai.[1]

Kasus masturbasi menjadi sesuatu yang sangat memalukan karena telah menjadi suatu kebiasaan yang kerap dilakukan oleh kaum muda di sekitar kita. Parahnya lagi persoalan masturbasi ini telah menjadi sebuah kebutuhan yang perlu untuk dipenuhi apabila keinginan itu timbul kapan saja dan di mana saja. Akibatnya dapat kita bayangkan bahwa orang lebih cenderung mencintai tubuhnnya sendiri dan tidak bahkan kurang mencintai orang lain. Fakta ini ada dan terjadi di sekitar kita yang membuat kita sulit untuk membantahnya begitu saja. Memang semua kita mengetahui bahwa pada usia remaja, pertumbuhan dan perkembangan organ seksual tumbuh dengan matang dan berkembang dengan baik. Organ-organ seksual mulai mengenal sensasi birahi. Remaja pada awalnya melakukan masturbasi karena fantasi seksual yang timbul dalam pikirannya.[2]

III. PENILAIAN TERHADAP PERMASALAHAN MASTURBASI DALAM KACAMATA ETIKA KEKRISTENAN

Dalam bagian ini kita coba melihat persoalan masturbasi dalam kacamata etika kekristenan, tentang apa saja pertimbangan-pertimbangan moral kekristenan mengenai persoalan masturbasi ini dalam kehidupan dan perkembangan moral anggota gereja terutama sebagai tuntunan bagi kaum muda dewasa ini.

3.1 Bertentangan dengan Perjanjian Cinta

Masturbasi pada dasarnya bertentangan dengan perjanjian cinta yang dihayati oleh gereja. Kita dapat mengatakan bahwa secara objektif masturbasi merupakan suatu bentuk penyimpangan serius yang sungguh bertentangan dengan pandangan manusiawi dan kristiani tentang seksualitas dan cinta. Sebab dengan masturbasi pelaku dengan sengaja merangsang bagian-bagian tertentu dari tubunya untuk memberikan rangsangan seksual yang mendatangkan kenikmatan atau kepuasan tersendiri bagi dirinya sendiri.

Perjanjian cinta yang dihayati oleh gereja ialah perjanjian di mana laki-laki dan perempuan saling memberikan rangsangan satu sama lain dalam sebuah perkawinan yang resmi dan sah. Suatu perjanjian cinta antara kedua insan yang saling mencintai satu sama lain, memberi cinta dari dalam dirinya kepada pasangannya itu dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab atas pemberian cinta itu. Hal ini tentu saja berbeda jauh dengan masturbasi itu sendiri yang menjadikan orang atau pribadi untuk bertindak dan bersikap egosentris, cinta pada dirinya sendiri dan tidak membutuhkan orang lain, serta introvert atau lebih kepada dirinya sendiri.

Biasanya pelaku masturbasi, terutama pria akan mengalami krisis kepercayaan diri (self confidence). Masturbasi biasanya dilakukan secara ”terpaksa.”  Di mana pria akan berusaha memacu orgasmenya untuk mencapai kepuasan, akibatnya akan muncul perasaan akan takut gagal  berhubungan intim yang diakibatkan terlalu cepat keluar, perasaan takut tidak dapat memuaskan isterinya. Meminjam kata-kata Dedy Mizwar dalam film Naga Bonar yang mengatakan ”Apa kata dunia”  jika terjadi demikian pada laki-laki. Kepada orang-orang muda itu haruslah dikatakan bahwa mereka tidak usah menjadi malu, kalau sesekali berlangsung masturbasi dalam hidup mereka kalau ketegangan biologis menjadi sangat besar. Tetapi juga harus mengingatkan mereka untuk tidak membuat kebiasaan dari masturbasi itu. Jika demikian maka ia akan lupa bahwa kemampuan-kemampuan penghayatan seksual itu diberikan untuk persekutuan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan. Maka hendaklah kita bersabar dan menantikan waktunya, sampai nafsu itu dapat diarahkan pada tujuan tersebut.[3]

Kenikmatan seksual yang terjadi dengan melakukan masturbasi bukanlah sebuah kenikmatan yang menyeluruh dengan melibatkan pasangan satu sama lain tetapi hanya seorang diri saja yang berperan sebagai subjek, maupun berperan sebagai objek dari masturbasi itu sendiri. Dengan demikian benarlah bahwa masturbasi itu bertentangan dan berlawanan dengan ajaran moral kekristenan karena bersifat individualistik, egosentris, dan introvert dan bukannya komunal antara laki-laki dan perempuan.

3.2 Menodai Tubuh Sendiri

Almarhum Paus Yohanes Paulus II dalam Teologi Tubuh yang dibangunnya memberikan suatu horizon baru dalam melihat, memiliki, dan menilai tubuh kita sendiri. Tindakan masturbasi telah memberikan sebuah noda pada tubuh itu sendiri sehingga tubuh terasa lebih rendah nilainya di depan mata manusia.

Beliau mencoba menjelaskan bahwa tubuh bukanlah sekedar tubuh yang dimiliki oleh setiap manusia, melainkan tubuh merupakan sebuah simbol dari sebuah tubuh yang tidak kelihatan. Aspek yang tidak kelihatan ini dibangun berdasarkan suatu relasi intim dan personal antara pribadi dengan Allah sendiri. Tubuh menampilkan dua hal yang berbeda satu sama lain sekaligus, yang kelihatan (materi), dan yang tidak kelihatan (spiritual). Selain itu juga tubuh menghadirkan kepribadian manusia secara penuh sebagai pribadi atau persona yang meliputi jiwa dan raga sebagai satu kesatuan utuh.[4]

Dengan melakukan tindakan masturbasi itu, kita dengan sendirinya telah menodai tubuh baik secara sadar maupun tidak sadar. Dengan sadar kita mengetahui bahwa keluarnya air mani yang wajar cuma melalui persetubuhan (sebagai tanda kasih antara laki-laki dan perempuan), dan wet dreams atau mimpi basah. Dengan memaksakan keluarnya sperma dari dalam tubuh kita, maka dengan sendirinya kita telah menodai tubuh kita sendiri. Dengan tidak sadar kita juga telah menodai tubuh kita karena tidak menghargai tubuh kita sebagai sesuatu yang asali berasal dari Allah sendiri yang kudus. Dengan demikian kita telah menodai aspek spiritual tubuh kita yang kemudian dapat menimbulkan rasa muak pada diri dan tubuh kita sendiri.

3.3 Melawan Kodrat yang Sesungguhnya

           Paus Yohanes Paulus II dalam Teologi Tubuh mengatakan bahwa tubuh manusia itu nupsial, maksudnya bahwa tubuh manusia itu diperuntukkan untuk mencintai, itu diciptakan untuk persatuan, persahabatan yang kemudian pada akhirnya seorang pria dan seorang wanita mendapatkan diri tertarik terhadap satu sama lain. Inilah yang disebut ketertarikan fisik, namun ada juga di sana sebuah ketertarikan spiritual. Mereka menikah dan menjadi satu secara seksual.[5]

Masturbasi tidaklah demikian seperti yang dilukiskan di atas. Masturbasi menjadikan orang lebih cinta pada tubuhnya sendiri untuk mencapai apa yang diinginkan termasuk memperoleh kenikmatan seksual. Ini melawan kodrat yang sesungguhnya sebab manusia dengan tubuhnya bukan diciptakan untuk hanya tinggal tetap dalam dirinya sendiri dan hanya tahu menerima, melainkan diciptakan juga untuk mampu bergerak keluar dari dirinya supaya dapat mencintai orang lain dan memberi diri kepada sesama.[6]

           Tubuh manusia itu nupsial, karena dia tercipta untuk mengasihi, dan untuk sebuah relasi yang tetap. Dia bukannya tercipta hanya untuk kesenangan sensual, karena sesungguhnya ada yang lebih dari sekedar sensual sebab tubuh manusia bersifat simbolis dan semua yang dilakukan juga membawa dimensi spiritual sekaligus. Dalam dan melalui tubuh seseorang mengungkapkan cinta – realitas spiritualnya yang terdalam. Sehingga oleh karena tubuh manusia itu nupsial maka ketika seorang suami dan istri melakukan aktifitas seksual, mereka juga berkomunikasi tentang aspek yang kelihatan dan yang tak kelihatan dari tubuh mereka masing-masing.[7] Sedangkan masturbasi tidaklah demikian. Masturbasi cuma menampilkan manusia yang hanya mengikuti naluri seks belaka yang disalurkan secara tidak sehat tanpa bisa menampilkan bahasa spiritual. Masturbasi tidak menampilkan bahasa cinta melainkan egoisme belaka saja. Bahasa cinta hanya dapat terjadi antara pribadi dengan pribadi, antara suami dan isteri yang dapat mengungkapkannya baik secara sensual dan spiritual.

Masturbasi itu melawan kodrat kita. Dalam tubuh Allah telah memberikan manusia kemampuan-kemampuan seksualitas untuk mengembangkannya sepenuhnya dalam persekutuan antara laki-laki dan perempuan. Siapa yang menjadikan masturbasi menjadi kebiasaan ia memperkuat kecenderungannya untuk hidup buat dirinya sendiri dari pada buat orang lain di dalam cinta kasih kepada sesama manusia.[8]

3.4 Melawan Kehidupan

Kehidupan terbentuk dengan adanya pertemuan antara sel sperma dan sel indung telur sehingga menghasilkan sebuah kehidupan baru dalam dunia. Sel sperma dan sel indung telur bertemu melaui adanya tindakan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang mengasihi satu sama lain. Perbuatan atau tindakan masturbasi tidak dapat menghasilkan apa yang disebut sebagai sebuah kehidupan baru atau seorang bayi ke dalam dunia meskipun tindakan tersebut menghasilkan sel sperma atau sel indung telur.

Aktivitas masturbasi ialah sebuah aktus/tindakan yang melawan kehidupan karena dengan melakukan tindakan masturbasi secara sadar kita telah menggagalkan prokreasi dengan membuang begitu saja sel-sel yang penting dan berguna itu, masturbasi menjadikan kita menyia-yiakan sesuatu yang berguna dan penting dalam hidup kita menjadi sesuatu yang biasa saja, tidak penting, bahkan menjadi sesuatu beban dalam diri kita.

Allah telah menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai ciptaan yang unik dan khas dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Allah telah memberikan kemampuan untuk melakukan prokreasi sebagai cinta Allah pada manusia, kehidupan dari kehidupan baru. Karena itu, manusia harus menyadari kemampuan yang indah itu dalam dirinya untuk menciptakan suatu kehidupan yang baru lagi.

IV. Akhir Kata

Tindakan masturbasi mengalami perkembangan seturut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Masturbasi yang praktisnya dapat dilakukan sendirian sekarang telah mendapat berbagai bantuan sebagai sebuah sentuhan dari luar. Banyak sekali alat-alat bantu untuk merangsang diri sendiri dengan berbagai model alat-alat modern seperti vibrator, dildo. Awalnya Cuma digunakan sebagai alat bantu seksual tetapi sekarang telah luas digunakan sebagai sarana masturbasi.

Permasalahan masturbasi telah menjadikan sesuatu yang pada awalnya baik menjadi sesuatu yang bernilai rendah. Tubuh manusia sebagai sebuah kenyataan dan pemberian yang bernilai dan indah telah memperoleh kesuraman pada potretnya. Tindakan masturbasi telah memberi noda baru dalam tubuh yang menampilkan persekutuan cinta antara sesama manusia, dan manusia dengan Allah. Manusia memiliki cinta dari kedalaman dirinya dan bergerak menuju cinta pada sesuatu di luar dirinya, sesama manusia, sesama ciptaan yang lain, dan kepada allah sendiri sehingga menjadikan diri kita sebagai persona yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab atas aktivitas seksual yang kita lakukan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Leonard, Andre. Yesus dan Tubuhmu Tuntunan Moral Seksual bagi Kaum Muda. Jakarta: Obor, 2002.

Ramadhani, Deshi. Lihatlah Tubuhku Membebaskan Seks Bersama Yohanes Paulus II. Yogyakarta: Kanisius. 2009.

Verkuyl, J. Etika Kristen Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989.

http://id.wikipedia.org/wiki/Masturbasi, diakses pada tanggal, 20 April 2010.

http://www.pancarananugerah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=29:masturbasi-oleh-sy-rogers&catid=22:-masturbasi, diakses pada tanggal, 20 April 2010.

***

 



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Masturbasi, diakses pada tanggal 20 April 2010.

[3] DR. J. Verkuyl, Etika kristen seksuil, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), p. 128.

[4]  Paskalis Lina, SVD, Teologi Moral Seksual (ms), Ledalero, 2010.

[5] Ibid.

[6] Mgr. Andre Leonard, Yesus dan Tubuhmu, (Jakarta: Obor, 2002), p. 38.

[7] Deshi Ramadhani, Lihatlah Tubuhku Membebaskan Seks Bersama Yohanes Paulus II. (Yogyakarta: Kanisius. 2009), pp. 56-57.

[8]  DR. J. Verkuyl, Op.cit., p. 127.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda