MASTURBASI SEBAGAI AKTUS PENCEMARAN TUBUH DAN EGOSENTRISME
MASTURBASI SEBAGAI AKTUS
PENCEMARAN TUBUH DAN EGOSENTRISME
(Masturbasi dalam Kacamata Penilaian Moral Kekristenan)
Albertus
Mandat Minggu, S.Fil
I. PENDAHULUAN
Perkembangan pesat saat ini turut memberikan kemajuan yang
berarti bagi kehidupan manusia. Kemajuan yang pesat dalam pelbagai bidang
kehidupan perlu mendapat apresiasi yang tinggi dari kita, tetapi di sisi lain
dari kemajuan itu ada juga membawa aneka persoalan dalam kehidupan manusia.
Semakin marak dan kompleksnya permasalahan moral dalam kehidupan sosial
termasuk di dalamnya persoalan mengenai masturbasi. Ada juga banya istilah lain
mengenai masturbasi yang berada dan beredar sampai ke telinga kita seperti
onani, kocok, maupun rancap.
Dalam masyarakat hingga abad ke-20 masturbasi dianggap
sebagai hal yang tidak baik. Anggapan memalukan dan berdosa yang terlanjur
tertanam disebabkan karena porsi "penyalahgunaan" pada kata itu
hingga kini masih tetap ada dalam kehidupan masyarakat modern, walaupun para
aparatur kesehatan telah sepakat bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan
fisik maupun mental. Tidak juga ditemukan bukti bahwa anak kecil yang melakukan
perangsangan diri sendiri bisa mengalami celaka.
Yang terjadi adalah, sumber kepuasan seksual yang penting ini
oleh beberapa kalangan masih ditanggapi dengan rasa bersalah dan kecemasan
karena ketidaktahuan mereka bahwa masturbasi adalah kegiatan yang aman, juga
karena pengajaran agama berabad-abad yang
menganggapnya sebagai kegiatan yang berdosa. Terlebih lagi, banyak di antara
kita telah menerima pesan-pesan negatif dari para orang tua kita, atau pernah
dihukum ketika tertangkap basah melakukan masturbasi saat kanak-kanak. Pengaruh
kumulatif dari kejadian-kejadian ini seringkali berwujud kebingungan dan rasa
berdosa, yang juga seringkali sukar dipilah. Saat di mana masturbasi menjadi
begitu berbahaya adalah ketika ia sudah merasuk jiwa (kompulsif). Masturbasi kompulsif - sebagaimana perilaku kejiwaan
yang lain - adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan
penanganan dari dokter jiwa.
Untuk lebih jelasnya kita akan mencoba melihat, dan
memberikan penilaian terhadap tindakan masturbasi itu dalam terang etika
kekristenan yang dapat menjadi panduan dalam kehidupan dan afeksi seksual.
II. MELIHAT PERSOALAN MASTURBASI
Masturbasi, onani, atau rancap
adalah perangsangan seksual yang sengaja dilakukan pada organ kelamin untuk memperoleh
kenikmatan dan kepuasan seksual. Perangsangan ini dapat dilakukan tanpa alat
bantu ataupun menggunakan sesuatu objek atau alat, atau kombinasinya.
Masturbasi merupakan suatu bentuk autoerotisisme yang paling umum, meskipun ia
dapat pula dilakukan dengan bantuan pihak (orang) lain. Masturbasi memunculkan
banyak mitos tentang akibatnya yang
merusak dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata
asalnya dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus
(tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti
"penyalahgunaan dengan tangan". Dalam bahasa Melayu, masturbasi
dikenal sebagai merancap, namun
kata ini dalam penggunaan sehari-hari di Indonesia jarang dipergunakan lagi.
Kata-kata kiasan sering dipakai untuk menyebutkan kegiatan ini, seperti
"mengocok", "main sabun", dan sebagainya. Dalam percakapan
sehari-hari bahasa Indonesia, kata coli
cukup sering dipakai.[1]
Kasus masturbasi menjadi sesuatu yang sangat memalukan karena
telah menjadi suatu kebiasaan yang kerap dilakukan oleh kaum muda di sekitar
kita. Parahnya lagi persoalan masturbasi ini telah menjadi sebuah kebutuhan
yang perlu untuk dipenuhi apabila keinginan itu timbul kapan saja dan di mana
saja. Akibatnya dapat kita bayangkan bahwa orang lebih cenderung mencintai
tubuhnnya sendiri dan tidak bahkan kurang mencintai orang lain. Fakta ini ada
dan terjadi di sekitar kita yang membuat kita sulit untuk membantahnya begitu
saja. Memang semua kita mengetahui bahwa pada usia remaja, pertumbuhan dan
perkembangan organ seksual tumbuh dengan matang dan berkembang dengan baik.
Organ-organ seksual mulai mengenal sensasi birahi. Remaja pada awalnya
melakukan masturbasi karena fantasi seksual yang timbul dalam pikirannya.[2]
III. PENILAIAN TERHADAP PERMASALAHAN MASTURBASI
DALAM KACAMATA ETIKA KEKRISTENAN
Dalam
bagian ini kita coba melihat persoalan masturbasi dalam kacamata etika
kekristenan, tentang apa saja pertimbangan-pertimbangan moral kekristenan
mengenai persoalan masturbasi ini dalam kehidupan dan perkembangan moral
anggota gereja terutama sebagai tuntunan bagi kaum muda dewasa ini.
3.1 Bertentangan dengan Perjanjian Cinta
Masturbasi
pada dasarnya bertentangan dengan perjanjian cinta yang dihayati oleh gereja.
Kita dapat mengatakan bahwa secara objektif masturbasi merupakan suatu bentuk
penyimpangan serius yang sungguh bertentangan dengan pandangan manusiawi dan
kristiani tentang seksualitas dan cinta. Sebab dengan masturbasi pelaku dengan
sengaja merangsang bagian-bagian tertentu dari tubunya untuk memberikan
rangsangan seksual yang mendatangkan kenikmatan atau kepuasan tersendiri bagi
dirinya sendiri.
Perjanjian
cinta yang dihayati oleh gereja ialah perjanjian di mana laki-laki dan
perempuan saling memberikan rangsangan satu sama lain dalam sebuah perkawinan
yang resmi dan sah. Suatu perjanjian cinta antara kedua insan yang saling
mencintai satu sama lain, memberi cinta dari dalam dirinya kepada pasangannya
itu dengan penuh kesadaran dan bertanggung jawab atas pemberian cinta itu. Hal
ini tentu saja berbeda jauh dengan masturbasi itu sendiri yang menjadikan orang
atau pribadi untuk bertindak dan bersikap egosentris, cinta pada dirinya
sendiri dan tidak membutuhkan orang lain, serta introvert atau lebih kepada
dirinya sendiri.
Biasanya
pelaku masturbasi, terutama pria akan mengalami krisis kepercayaan diri (self
confidence). Masturbasi biasanya dilakukan secara ”terpaksa.” Di mana pria akan berusaha memacu orgasmenya
untuk mencapai kepuasan, akibatnya akan muncul perasaan akan takut gagal berhubungan intim yang diakibatkan terlalu
cepat keluar, perasaan takut tidak dapat memuaskan isterinya. Meminjam
kata-kata Dedy Mizwar dalam film Naga Bonar yang mengatakan ”Apa kata
dunia” jika terjadi demikian pada
laki-laki. Kepada orang-orang muda itu haruslah dikatakan bahwa mereka tidak
usah menjadi malu, kalau sesekali berlangsung masturbasi dalam hidup mereka
kalau ketegangan biologis menjadi sangat besar. Tetapi juga harus mengingatkan
mereka untuk tidak membuat kebiasaan dari masturbasi itu. Jika demikian maka ia
akan lupa bahwa kemampuan-kemampuan penghayatan seksual itu diberikan untuk
persekutuan bersama antara laki-laki dan perempuan dalam pernikahan. Maka
hendaklah kita bersabar dan menantikan waktunya, sampai nafsu itu dapat
diarahkan pada tujuan tersebut.[3]
Kenikmatan
seksual yang terjadi dengan melakukan masturbasi bukanlah sebuah kenikmatan
yang menyeluruh dengan melibatkan pasangan satu sama lain tetapi hanya seorang
diri saja yang berperan sebagai subjek, maupun berperan sebagai objek dari
masturbasi itu sendiri. Dengan demikian benarlah bahwa masturbasi itu
bertentangan dan berlawanan dengan ajaran moral kekristenan karena bersifat
individualistik, egosentris, dan introvert dan bukannya komunal antara
laki-laki dan perempuan.
3.2 Menodai Tubuh Sendiri
Almarhum
Paus Yohanes Paulus II dalam Teologi Tubuh yang dibangunnya memberikan suatu
horizon baru dalam melihat, memiliki, dan menilai tubuh kita sendiri. Tindakan
masturbasi telah memberikan sebuah noda pada tubuh itu sendiri sehingga tubuh
terasa lebih rendah nilainya di depan mata manusia.
Beliau
mencoba menjelaskan bahwa tubuh bukanlah sekedar tubuh yang dimiliki oleh
setiap manusia, melainkan tubuh merupakan sebuah simbol dari sebuah tubuh yang
tidak kelihatan. Aspek yang tidak kelihatan ini dibangun berdasarkan suatu
relasi intim dan personal antara pribadi dengan Allah sendiri. Tubuh
menampilkan dua hal yang berbeda satu sama lain sekaligus, yang kelihatan
(materi), dan yang tidak kelihatan (spiritual). Selain itu juga tubuh
menghadirkan kepribadian manusia secara penuh sebagai pribadi atau persona yang
meliputi jiwa dan raga sebagai satu kesatuan utuh.[4]
Dengan
melakukan tindakan masturbasi itu, kita dengan sendirinya telah menodai tubuh
baik secara sadar maupun tidak sadar. Dengan sadar kita mengetahui bahwa
keluarnya air mani yang wajar cuma melalui persetubuhan (sebagai tanda kasih
antara laki-laki dan perempuan), dan wet
dreams atau mimpi basah. Dengan memaksakan keluarnya sperma dari dalam
tubuh kita, maka dengan sendirinya kita telah menodai tubuh kita sendiri.
Dengan tidak sadar kita juga telah menodai tubuh kita karena tidak menghargai
tubuh kita sebagai sesuatu yang asali berasal dari Allah sendiri yang kudus.
Dengan demikian kita telah menodai aspek spiritual tubuh kita yang kemudian
dapat menimbulkan rasa muak pada diri dan tubuh kita sendiri.
3.3 Melawan Kodrat yang Sesungguhnya
Paus Yohanes Paulus
II dalam Teologi Tubuh mengatakan
bahwa tubuh manusia itu nupsial,
maksudnya bahwa tubuh manusia itu diperuntukkan untuk mencintai, itu diciptakan
untuk persatuan, persahabatan
yang kemudian pada akhirnya
seorang pria dan seorang wanita mendapatkan diri tertarik terhadap satu sama
lain. Inilah yang disebut ketertarikan fisik, namun ada juga di sana sebuah
ketertarikan spiritual. Mereka menikah dan menjadi satu secara seksual.[5]
Masturbasi
tidaklah demikian seperti yang dilukiskan di atas. Masturbasi menjadikan orang
lebih cinta pada tubuhnya sendiri untuk mencapai apa yang diinginkan termasuk
memperoleh kenikmatan seksual. Ini melawan kodrat yang sesungguhnya sebab
manusia dengan tubuhnya bukan diciptakan untuk hanya tinggal tetap dalam
dirinya sendiri dan hanya tahu menerima, melainkan diciptakan juga untuk mampu
bergerak keluar dari dirinya supaya dapat mencintai orang lain dan memberi diri
kepada sesama.[6]
Tubuh
manusia itu nupsial, karena dia tercipta untuk mengasihi, dan untuk sebuah
relasi yang tetap. Dia bukannya tercipta hanya
untuk kesenangan sensual, karena
sesungguhnya ada yang lebih dari sekedar sensual sebab tubuh manusia bersifat simbolis dan semua yang dilakukan juga membawa
dimensi spiritual sekaligus. Dalam dan
melalui tubuh seseorang mengungkapkan cinta – realitas spiritualnya yang
terdalam. Sehingga oleh karena tubuh manusia itu nupsial maka ketika seorang
suami dan istri melakukan aktifitas seksual, mereka juga berkomunikasi tentang
aspek yang kelihatan dan yang tak kelihatan dari tubuh mereka masing-masing.[7]
Sedangkan masturbasi tidaklah demikian. Masturbasi cuma
menampilkan manusia yang hanya mengikuti naluri seks belaka yang disalurkan
secara tidak sehat tanpa bisa menampilkan bahasa spiritual. Masturbasi tidak
menampilkan bahasa cinta melainkan egoisme belaka saja. Bahasa cinta hanya
dapat terjadi antara pribadi dengan pribadi, antara suami dan isteri yang dapat
mengungkapkannya baik secara sensual dan spiritual.
Masturbasi
itu melawan kodrat kita. Dalam tubuh Allah telah memberikan manusia
kemampuan-kemampuan seksualitas untuk mengembangkannya sepenuhnya dalam
persekutuan antara laki-laki dan perempuan. Siapa yang menjadikan masturbasi
menjadi kebiasaan ia memperkuat kecenderungannya untuk hidup buat dirinya
sendiri dari pada buat orang lain di dalam cinta kasih kepada sesama manusia.[8]
3.4
Melawan Kehidupan
Kehidupan terbentuk dengan adanya pertemuan antara sel sperma
dan sel indung telur sehingga menghasilkan sebuah kehidupan baru dalam dunia.
Sel sperma dan sel indung telur bertemu melaui adanya tindakan persetubuhan
antara laki-laki dan perempuan yang mengasihi satu sama lain. Perbuatan atau
tindakan masturbasi tidak dapat menghasilkan apa yang disebut sebagai sebuah
kehidupan baru atau seorang bayi ke dalam dunia meskipun tindakan tersebut
menghasilkan sel sperma atau sel indung telur.
Aktivitas masturbasi ialah sebuah aktus/tindakan yang melawan
kehidupan karena dengan melakukan tindakan masturbasi secara sadar kita telah
menggagalkan prokreasi dengan membuang begitu saja sel-sel yang penting dan
berguna itu, masturbasi menjadikan kita menyia-yiakan sesuatu yang berguna dan
penting dalam hidup kita menjadi sesuatu yang biasa saja, tidak penting, bahkan
menjadi sesuatu beban dalam diri kita.
Allah telah menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai
ciptaan yang unik dan khas dibandingkan dengan ciptaan yang lain. Allah telah
memberikan kemampuan untuk melakukan prokreasi sebagai cinta Allah pada
manusia, kehidupan dari kehidupan baru. Karena itu, manusia harus menyadari
kemampuan yang indah itu dalam dirinya untuk menciptakan suatu kehidupan yang
baru lagi.
IV. Akhir Kata
Tindakan masturbasi mengalami perkembangan seturut
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Masturbasi yang
praktisnya dapat dilakukan sendirian sekarang telah mendapat berbagai bantuan
sebagai sebuah sentuhan dari luar. Banyak sekali alat-alat bantu untuk
merangsang diri sendiri dengan berbagai model alat-alat modern seperti
vibrator, dildo. Awalnya Cuma digunakan sebagai alat bantu seksual tetapi
sekarang telah luas digunakan sebagai sarana masturbasi.
Permasalahan masturbasi telah menjadikan sesuatu yang pada
awalnya baik menjadi sesuatu yang bernilai rendah. Tubuh manusia sebagai sebuah
kenyataan dan pemberian yang bernilai dan indah telah memperoleh kesuraman pada
potretnya. Tindakan masturbasi telah memberi noda baru dalam tubuh yang
menampilkan persekutuan cinta antara sesama manusia, dan manusia dengan Allah.
Manusia memiliki cinta dari kedalaman dirinya dan bergerak menuju cinta pada sesuatu
di luar dirinya, sesama manusia, sesama ciptaan yang lain, dan kepada allah
sendiri sehingga menjadikan diri kita sebagai persona yang bebas, mandiri, dan
bertanggung jawab atas aktivitas seksual yang kita lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Leonard, Andre. Yesus dan Tubuhmu Tuntunan Moral Seksual
bagi Kaum Muda. Jakarta: Obor, 2002.
Ramadhani,
Deshi. Lihatlah Tubuhku Membebaskan Seks
Bersama Yohanes Paulus II. Yogyakarta: Kanisius. 2009.
Verkuyl,
J. Etika Kristen Seksuil. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1989.
http://id.wikipedia.org/wiki/Masturbasi, diakses pada tanggal, 20 April 2010.
http://www.pancarananugerah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=29:masturbasi-oleh-sy-rogers&catid=22:-masturbasi, diakses pada tanggal, 20 April 2010.
***
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Masturbasi, diakses pada tanggal 20
April 2010.
[2]http://www.pancarananugerah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=29:masturbasi-oleh-sy-rogers&catid=22:-masturbasi,
diakses pada tanggal 20 April 2010.
[3] DR. J. Verkuyl, Etika kristen seksuil, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1989), p. 128.
[4] Paskalis Lina, SVD, Teologi Moral Seksual (ms), Ledalero, 2010.
[5] Ibid.
[6]
Mgr. Andre Leonard, Yesus dan Tubuhmu,
(Jakarta: Obor, 2002), p. 38.
[7]
Deshi Ramadhani, Lihatlah Tubuhku
Membebaskan Seks Bersama Yohanes Paulus II. (Yogyakarta: Kanisius. 2009), pp.
56-57.
[8] DR.
J. Verkuyl, Op.cit., p. 127.
Label: Artikel
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda