Sabtu, 04 Desember 2021

PENALARAN ARISTOTELES TENTANG PENYEBAB UTAMA (Persoalan Mengenai Apa Yang Tampak dan Tidak Bisa Diindrai)





ilustrasi pinterest

Albertus Mandat Minggu

 

1.       PENDAHULUAN

Segala entitas yang ada dan tampak secara lahiria dipermukaan bumi ini mempunyai faktor penyebap utama. Faktor yang ada seakan menjadi api pemantik setiap entitas yang ada berasal dari satu entitas (either one) yang terlahir dalam banyaknya entitas (more than one). Di mana setiap entitas yang ada bergerak, berada, berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Dalam kajian ilmu metafisika tentang ada dan tidak ada, hal itu dilihat sebagai suatu status keberadaan, sifat-sifat keberadaan dan ada menurut maksud keberadaannya. Namun dari semua yang ada munculah suatu argumentasi yang  mempertanyakan mengenai faktor apa yang menjadi penyebab dari segala yang ada.

Asritoteles dalam penalarannya mengatakan bahwa substansi yang merupakan satu unsur menyebabkan yang lain ada. Secara gamblang Aristoteles mengatakan bahwa sesuatu sungguh ada yakni benar dan sesuatu tidak sungguh tidak ada adalah benar. Substansi pada dasarnya ialah apa yang esensi dari sesuatu.  Substansi dalam artiannya ada sebagai yang ada (being qua being). Dalam kajian pendalamannya ada satu disiplin ilmu yang meneliti tentang segala sesuatu ialah it is being. Dan pada hakekatnya substansi adalah satu atau united-itself. Di mana masalah terhadap sebab-sebab segala sesuatu yang dicari ialah substansi yang terdapat dalam satu ilmu pengetahuan (being-it self) dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam banyaknya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan forma (keberadaan atau eksitensi yang bersifat plural). Dan yang menjadi persoalan dalam kajian ilmu pengetahuan tentang penyebab utama, Aristoteles mempertanyakan bahwa apakah hal-hal yangg tampak atau tidak bisa diindrai ini benar ada? Dan jikalau benar ada, apa penyebab utama yang mendasari segala yang ada? Sebab menurutnya segalanya tidak bisa diindrai itu sama halnya tidak ada dan merupakan hasil abstraksi  dan rekonstruksi pemikiran manusia semata.

2.       ISI

Arsitoteles pada umumnya selain dikenal sebagai seorang filsuf yang mempelajari secara khusus tentang dunia metafisis, namun dia juga dikenal sebagai seorang biolog dalam sebuah kajian dan penelitian tentang ilmu sains. Dalam sepak terjangnya sebagai seorang filsuf besar umumnya dalam dunia ilmu pengetahuan, Aristoteles berusaha untuk memahami secara mendetail tentang keberadaannya di dalam dunia dalam sebuah usaha untuk mengakaji dan mendalami tentang dunianya. Dia memahami dunia merupakan suatu substansi yang ada sebagaimana adanya atau ada sebagai yang ada (being qua being). Dalam hal ini, faktor fundamen apa yang mendasari penyebab dari segala yang ada? Dalam dunia metafisikan, Aristoteles mempertanyakan tentang penyebab apa yang mendasari segala yang ada sehingga dalam realitas yang tampak dalam suatu proses pengindraan di sana terjadi banyak perbedaan-perbedaan yang tampak dan muncul. Dari perbedaan yang ada menggambarkan suatu entitas  yang kompleks dari yang ada sebagai penyebab segala yang ada.

Dalam kajian penalaran tentang dunia metafisis, Aristoteles mempertanyakan bahwa apakah hal-hal yang tampak atau tidak bisa diindrai ini benar ada? Dan apakah sesuatu yang tidak bisa diindrai itu sama halnya tidak ada atau merupakan hasil abstraksi pemikiran manusia belaka? Hal yang tampak merupakan sebuah pengalaman empiris yang menyediakan beranekaragam bentuk yang ditampilkan. Dalam pengalaman empiris itu ada suatu forma yang selalu berlawanan dengan materi  dan tidak ada sesuatu yang berlawanan dengan  forma (biasa disebut dengan convincing)  berbeda dengan matrei yang oleh Aristoteles diposisikan sebagai lawan dari jiwa.  Forma inilah materi menjadi suatu yang tertentu dan sesuatu itu disebut materi dan jiwalah yang menyebabkan tubuh menjadi sesuatu yang memiliki kesatuan dan tujuan.

Dan terhadap keanegaraman demikian tamapk secara lahiria yang digerakan oleh suatu penyebab dan sutu prinsip yang berisifat unversal yang berasal dari “ada sebagai mana ada”  itu. Akhirnya berkat refleksi dan kontemplasinya, Aristoteles sampai pada suatu keputusan yakni penyebab utama dari segala keanegaraman yang ada ialah “suatu penggerakan yang berasal dari dirinya sendiri” atau “menggerakan dirinya”. Yang menggerakan dirinya merupakan suatu yang berasal dari forma substansial dan merupakan sutu prinsip otonomi dalam padangan kaum skolastik biasa dikenal dengan causa imanen. Causa imanen adalah penyebab yang dari dari sang ada itu sendiri yang merupakan substansi dari segala keanekaragaman yang ada.

Pada dasarnya causa imanen bergerak dan selalu menuju kearah kesempurnaan. Kesempurnaan itu merupakan kodrat alami yang adalah substansi dari segala yang ada. Dan kesempurnaan itu adalah hakikat kebenaran dari suatu prinsip substansi yang berfisat satu (united-itself) dan being-itself yang merupakan kebenaran dan eksitensi dari keanekaragaman yang ada dari satu jalan jenis (in kind only). Being merupakan keberadaaan dan unity merupakan satu hakikat yang merupakan substansi dari segala sesuatu. Being dalam penalaran Aristoteles yang dimaksudkan ialah esse-ada yaitu dar sien dalm pengertian sebenarnya dan lebih kompleks tentang “ada”. Yang dalam hal ini dikenal dengan being qua being yaitu ada sebagai yang ada. Dan suatu disiplin ilmu yang meneliti secara khusus tentang segala yang ada sebagai yang ada ialah it is being.

Rekonstruksi pemikiran aristoteles tentang “ada” merupakan suatu unsur yang fundamen yang “menggerakan dirinya”. Di mana dalam penalarannya, Aristoteles mengatakan bahwa “sesuatu ada sungguh ada itu benar” dan “sesuatu tidak sungguh tidak ada adalah benar”. Pemikiran demikian merupakan teori kebenaran dari Aristoteles. Dan teori kebenaran Aristoteles harus dilihat titik kebenaran yang dikajidan kontemplasi dai sudut ilmu empiris.

Terhadap pemkiran Aristoteles di atas sebagaimana sudah diuraikan tentang ada dan tidak ada, secara umum gagasan pokok dan inti dari segala pergumulan Aristoteles dalam dunia ilmu metafisikan secara gamblang Arsitoteles mengatakan bahwa jadi semua yang tampak itu tidak semuanya benar. Sebab sesuatu yang tidak bisa diindrai atai dilihat dengan menggunakan mata secara lahiria itu adalah tidak ada  dan merupakan hasil abstraksi dan manipulasi pemikiran manusia belaka. Dan terhadap pernyataan ini, Aristoteles mengatakan bahwa pesan indrawi manusia (sensible) itu nyata atau rill adanya (real). Dan yang rill itu hanya being yang ada esse-ada yaitu dar sein.

Berdasarkan kajian filosofis Aristoteles tentang “ada-esse-dar sein”, penulis dapat merefleksikan dan mengontemplasikan bahwa yang “ada dan tidak ada” itu dapat dilihat disimbolisasikan dengan kata “hitam pekat yaitu kegelapan”. Di mana sifat “hitam pekat atau malam gelap dan tidak ada cahaya sedikitpun” merupakan keadaan caos atau kosong dari cosmos yang tersembunyi yang menformulasikan tentang yang “ada dan tidak ada”. Penulis menggunakan kata “hitam pekat atau dunia yang diselimuti dengan kegelapan” sebagai lambang kehadiran “ada” yang tidak dapat diindrai. Namun adapun simbolisasi lainnya yakni “angin sepoi-sepoi” merupakan lambang kehadiran “sang ada”. Di mana, angin hanya bisa dirasakan (sensible things), namun tidak bisa diindrai melalui penglihatan. Dua simbolisasi dari sudut pemikiran dan hasil refleksi serta kontemplasi penulis sekiranya dapat memberikan subangsi pemikiran dalam dunia filsafat tentang “ada  dan tidak ada” seturut hasil pemikiran Aristoteles. 

 

3.       PENUTUP

Penalaran tentang “ada  dan tidak ada” adalah sebuah usaha menemukan, merefleksikan serta mengontemplasikan tentang substansi keberadaan dari penggerak utama atau penyebab utama. Penalaran yang bersifat metodis dan sistematis dalam sepak terjang akal budi (ratio) hanya bersifat terbatas, sebab berkaitan dengan “ada dan tidak ada” atau “esse-ada-dar sein” adalah sebuah ketidakmungkinan untuk dijangkau dalam terang akal budi dan semuanya hanya bersifat pengandaian berkat karya imajinasi dan kontemplasi dalam fakta dunia empiris yang tampak secara lahiria seturut sudut pemikiran Aristoteles tentang “ada dan tidak ada” yakni “semua yang tampak itu adalah tidak semuanya benar”.

 

 

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda