Kamis, 16 Desember 2021

PEMBANGUNAN MASYARAKAT AKAR RUMPUTSEBAGAI SEBUAH PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS


 

    Ilustrasi Pinterest

PEMBANGUNAN MASYARAKAT AKAR RUMPUT

SEBAGAI SEBUAH PRINSIP KEADILAN SOSIAL MENURUT JOHN RAWLS

oleh:

Albertus Mandat Minggu

Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero

Email: albertmandat@gmail.com

Abstrak

Produktivitas perwujudan masyarakat yang adil dan sejahtera menjadi suatu problem yang hangat di era globalisasi ini. Perwujudan nilai keadilan sosial dalam pandangan John Rawls dicekam dengan berbagai tantangan dari berbagai sudut lapisan kapitalisme, para pemikir demokrasi liberal, dan paham utilitarianisme. Penekanannya ialah pada sikap manipulasi dan sikap yang kompromistis yakni melegalkan perbuatan ketidakadilan dengan mengatasnamakan sebagai kaum penegak dan pejuang keadilan dalam sebuah sistem totaliter. Di mana dalam ruang lingkup kehidupan masyarakat akar rumput banyak terjadi perlakuan ketidakadilan antara lain kekerasan, diskriminasi, melegalkan keadilan dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat umum. Problem ini dikritik oleh John Rawls atas kegagalan dari perjuangan paham utilitarianisme tentang keadilan sosial. John Rawls menawarkan dua prinsip keadilan demi terwujudnya keadilan sosial dalam masyarakat akar rumput, antara lain: prinsip pertama ialah The Greatest Equal Principle yaitu prinsip yang mengedepankan persamaan hak, dan prinsip kedua ialah The Different Principle atau dikenal dengan The Principle of Equality of Opportunity.

Kata-kata Kunci: pembangunan, masyarakat akar rumput, keadilan sosial, prinsip keadilan

 

1.   PENDAHULUAN

 

Negara yang bersistem demokrasi dibangun dari masyarakat yang plural dalam bidang keyakinan, dalam bidang ideologi, dan agama, mempunyai tingkatan pendidikan yang bervariasi, mempunyai tingkatan ekonomi dan strata sosial yang dihidupi. Berbagai lapisan yang ada mengungkapkan suatu sistem yang berbeda dari lapisan masyarakat yang ada. Lapisan masyarakat yang berbeda akan berpengaruh pada tingkat dan lapisan sosial masyarakat, pada pendapatan dan penghasilan, pada lapisan kelas sosial dalam bidang ekonomi, dan berpengaruh pada tingkah laku masyarakat. Dengan perbedaan yang akan melahirkan suatu pandangan yang bersifat memisahkan diri atau kelompok dari kelompok lainnya yang kurang berpengaruh dan berkembang dalam berbagai lapisan yang ada. Hal ini akan berdampak buruk pada tindakan kebebasan dalam hal mengekspresikan diri.

Tingkatan perbedaan yang ada sangat berpengaruh pada tindakan kebebasan dalam bidang keadilan dalam lingkup kehidupan masyarakat akar rumput. Sementara keadilan itu adalah suatu hasil kesepakatan bersama dalam suatu bangsa atau negara demi tercapainya kesejateraan dan kebahagian hidup bersama. Keadilan menurut John Rawls adalah prinsip dari kebijakan rasional  yang diaplikasikan untuk konsepsi jumlah dari kesejahteraan kelompok  masyarakat.[1] Jika dipastikan bahwa keadilan dalam dunia zaman sekarang hanya sebagai sebuah slogan tanpa mengenal dan mengetahui keadaan masyarakat dalam suatu bangsa, maka keadilan yang ada hanya bersifat instrumentalisasi. Hal ini akan berdampak buruk pada masyarakat akar rumput. Terhadap masalah demikian John Rawls menegaskan bahwa penegakan nilai keadilan itu harus dihasilkan dari posisi asali.

Dalam mencapai model keadilan demikian, rakyat harus berperan sebagai subjek pembentukan yang terungkap dalam kehidupan berkomunitas demi mencapai kesepakatan bersama. Menurut Rawls dalam keadilan itu harus berlaku suatu sistem yang dikembangkan menjadi suatu konsep kesepakatan yang sama sebagai prinsip keadilan.[2]

2.   ISI

2.1    Biografi John Rawls

            John Rawls merupakan seorang filsuf dari Amerika Serikat yang hidup pada abad ke-20. Dalam karya-karya dan tulisannya ia dikenal sebagai sosok yang melahirkan dan mencetuskan nilai-nilai, pikiran dan argumentasinya tentang keadilan. Ia dilahirkan di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat pada tanggal 21 Februari 1921 dari sebuah pasangan yakni dari Wiliam Lee Rawls dan Anna Abel Stump. Pada masa kecilnya ia sering mengalami sakit akibat virus diphtheria dan pneumonia. Meskipun penyakit yang dideritanya sangat memprihatinkan, namun kakaknya selalu memberikan motivasi dan dorongan untuk dirinya untuk masuk dalam sekolah. Setelah menyelesaikan sekolah dasaranya, kemudia ia melanjutkan sekolah di di Princeton University pada 1939. Dalam menempuh kuliah di Universitas ini, akhirnya dia sangat tertarik dengan dunia filsafat. Karena ketertarikan dan pemahamannya yang amat mendalam pada ilmu filsafat, dirinya kemudian terpilih untuk bergabung dalam The Ivy Club yaitu sebuah kelompok elit akademis terbatas, dimana Woodrow Wilson, John Marshal II, Saud bin Faisal bin Abdul Aziz, serta Bill Ford pernah menjadi bagian dari keanggotannya. [3]Di universitas Princeton, Ia menyelesaikan studi untuk merai gelar doktoral dalam bidang filsafat moral. Setelah sukses mempertahankan disertasi doktoralnya yang berjudul “Astudyin the Grounds of Ethical Knowledge:Consideredwith Reference to Judgment on the Moral Worth of Character”, John Rawls akhirnya menyandang gelar Doctor of Philosophy (Ph.D.).[4]Selama masa hidupnya, John Rawls ssempat dipercaya untuk memegang beberapa jabatan penting. Diantaranya, yaitu Presiden American Association of Political and Legal Philisopher (1970-1972), Presiden the Eastern Division of the American Philosophical Association (1974), dan Professor Emeritusdi James Bryant Conant University, Harvard (1979). Selain itu, dirinya juga terlibat aktif dalam the American Philosophical Society, the British Academy, dan the Norwergian Academy of Science.[5]

            Dalam perjuangannya untuk menegakan nilai keadilan, di telah berhasil menulis berbagai karya besarnya dalam berbagai teori dan argumentasi yang dihadirkan kepada para muridnya dan kepada semua orang pada zamannya.       Berbagai hasil karya dan pemikiran yang dihasilkannya sebagai berikut, antara lain: (1) Keadilan sebagai bentuk kejujuran, yang bersumber dari prinsip kebebasan, kesetaraan, dan kesempatan yang sama, serta prinsip perbedaan  (two  principle  of  justices),  (2)  Posisi  asali  dan tabir ketidaktahuan (the original position and veil of ignorance); (3) Ekuilibrium reflektif (reflective equilibrium), (4) Kesepakatan yang saling tumpang-tindih (overlapping consensus), dan (5) Nalar publik (public reason).[6]

      

2.2    Dua Prinsip Keadilan John Rawls

2.2.1   Prinsip Keadilan Umum

Dalam posisi asali John Rawls merumuskan prinsip umum dengan menekankan pada inti persamaan dalam sebuah tindakan keadilan. Prinsip umum yang dirumuskan John Rawls sebagai berikut: Semua nilai-nilai sosial-kebebasan dan kesempatan, pendapatan dan kekayaan, dan basis hargadiri-harus  didistribusikan secara  sama. Suatu distribusi yang tidak sama atas nilai-nilai sosial tersebut hanya diperbolehkan apabila hal itu memang menguntungkan orang-orang yang  paling tidak beruntung (Rawls:1971,h.62).[7]

Kosepsi umum dari prinsip keadilan yang dirumuskan oleh Rawls mau mengungkap tentang jati dirinya sebaga seorang egalitarian yang tidak radikal, di mana Jonh Rawls menerima kedua prinsip yang ada yakni sebagai prinsip persamaan (equality) dan ketidaksamaan (unequality). Di mana dari kedua prinsip yang ada terdapat nilai-niali sosial yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sosial dari prinsip persamaan dan ada pengakuan ketidaksamaan namun tetap diterima sebagai adanya sikap saling menghargai perbedaaan dalam sebuah kesatuan dalam masyarakat sosial. Dari kedua konsepsi prinsip keadilan yang dikemukakan John Rawls pada dasarnya menyinggung tentang kedua hal ini yakni mengenai prinsip persamaan dan ketidaksamaan dalam penerapan prinsiip keadilan di tengah masyarakat sosial.

Dengan ada prinsip persamaan (equaliy) dan prinsip ketidaksamaan (unequality) yang ada, kita dapat menyimpulkan bahwa John Rawls sedang berusaha untuk memahami prinsip keadilan sosial di tengah masyarakat. Maksudnya ialah dengan kedua prinsip yang ada, bagaimana tidakan yang mesti diambil sehingga tidak terjadi ketimpangan sosial di tengah konteks hidup masyarakat luas. Ketimpangan sosial dalam hal berhubungan erat dengan penerapan nilai keadilan yang seharusnya untuk menyikapi perbedaan dalam setiap kelompok masyarakat yang ada. Mengahadapi persoalan di atas, John Rawls menegaskan bahwa hak-hak dan  kebebasan-kebebasan dasar dalam konsep keadilan khusus ini memiliki prioritas  utama atas keuntungan-keuntungan sosial dan ekonomi (Rawls:1971, h.250).[8] Dalam perebedaan yang ada mestinya harus dihargai dengan mengedepankan sikap toleransi sehingga tidak menimbulkan pertentangan antara persamaan dan ketidaksamaan.

2.2.2   Prinsip Keadilan Khusus

Dalam kaitan dengan prinsip keadilan khusus John Rawls mengemukakan dua buah pikirannya yang mengarah pada keadilan distribusi sebagai prinsip keadilan di tengah persamaan. Rawls mengatakan bahwa 1. Setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang;2. Ketidaksamaan  sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga (a) diharapkan memberi keuntungan  bagi bagi orang-oang yang paling tidak beruntung, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang (Rawls:1971, h. 60).[9]

Prinsip kebebasan harus mendatangkan kesetaraan dalam memperoleh hak dan kewajiban yang sama lingkup masyarakat luas. Dalam hal ini, John Rawls sangat menekankan prinsip keadilan yang mesti harus diterapkan dalam setiap kebebasan-kebebasan yang ada dalam masyarakat.

Artinya dengan prinsip yang ada berarti Rawls  tidak  mengharuskan bagian  semua orang  adalah sama, seperti kekayaan,  status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu tidak mungkin, melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling menguntungkan juga  membutuhkan di antara mereka.[10] Sehingga masyarakast sosial dapat mengekspresikan kebebasannya dalam keadilan yang ada. Prinsip kebebasan harus mendasari keadilan agar terciptalah suatu sistem yang mengatur tentang hak dan kewajiban yang mesti dihidupi dan dijaga dalam kehidupan masyarakat.

Prinsip keadilan yang sangat menekankan kerja sama akan melahirkan suatu keputusan dalam satu ikatan sosial. Di mana segala kekayaan, harta benda, barang-barang dimiliki secara bersama. Dengan adanya kerja sama demikian akan mendatangkan keuntungan dan kebahagiaan bersama dalam hubungan antar kelompok sosial yang ada. Artinya, keadilan dipahami sebagai identik dengan tujuan memperbesar keuntungan sosial-ekonomi,sehingga ruang bagi perjuangan untuk kepentingan diri setiap orang menjadi sempit. Akibatnya, prinsip kebebasan dapat diabaikan dan kepincangan partisipasi dapat dihalalkan.[11]

2.3    Keadilan sebagai Fairness

Keadilan sebagai fairness adalah sebuah prinsip keadilan yang secara umum menekankan prinsip keadilan yang semestinya diterima dan didasarkan dalam kehidupan masyarakat luas dalam kaitan dengan penentuan hak dan kewajiban. Di mana dalam penentuan hak dan kewajiban itu adanya suatu jalilan dan hubungan kerja sama antar sosial masyarakat.

Dalam kerja sama antar sosial masyarakat diikat dengan adanya ketentuan hukum dan aturan totaliter yang mengikat sehingga masyarakat merasa kurang nyaman dalam berkerja sama. Terhadap pertanyaan-pertanyaan ini, Rawls mengemukakan bahwa kesukarelaan segenap anggota masyarakat untuk menerima dan mematuhi ketentuan-ketentuan sosial yang ada hanya dimungkinkan jika masyarakatnya tertata baik di mana keadilan sebagai fariness menjadi dasar bagi prinsip-prinsip pengaturan institusi-institusi yang ada di dalamnya (Rawls: 1971, h. 4-5).[12]

            Penekanan Rawls pada prinsip keadilan sebagai fairnessjuga merupakan suatu sikap keberpihakan Rawls terhadap kehidupan masyarakat akar rumput. Di mana, kehidupan masyarakat akar rumput banyak mengalami tindakan ketidakadilan dari suatu kelompok tertentu yang sangat mengedepankan keuntungan sepihak dan tanpa memperhatikan kesejatraan kelompok atau masyarakat lainnya. Dan juga berkaitan dengan hak dan kewajiban banyak dimanipulasi dengan ketentuan hukum yang mengatur sehingga masyarakat kelas bawah banyak mengalami tindakan ketidakadilan. Dalam pandangannya Rawls mengatakan bahwa:

Penekanan terhadap masalah hak dan kewajiban, yang didasarkan pada suatu konsep keadilan bagi suatu kerja samasosial, menunjukan bahwa teori keadilan Rawls memusatkan perhatian pada bagaimana mendistribusikan hak dan kewajiban secara seimbang di dalam masyarakat sehingga setiap orang berpeluang memperoleh manfaat darinya dan secara nyata, serta menanggung beban yang sama Karenanya, agar menjamin distribusi hak dan kewajiban yang berimbang tersebut, Rawls juga menekankan pentingnya kesepakatan yang fair di antara semua anggota masyarakat. Hanya kesepakatan fair yang mampu mendorong kerja sama sosial (Rawls: 1971, h. 4.).[13]

            Dalam kesepakatan teori prinsip fairness John Rawls agar tidak terjadi keberpihakan yang mengarah pada kepentingan dan keuntungan pribadi. Namun sangat ditekankan keadilan prosedural murni sebagai prinsip dari keadilan fairness. Dengan berpegang pada prinsip yang ada akan adanya keadilan ditengah kehidupan masyarakat akar rumput. Di mana nilai dan kebebasan dalam kerja sama antar masyarakat dapat saling menguntungkan satu sama lain dan terciptanya kebebasan dalam keadilan demi tercapainya kesejateraan bersama.

2.4    Keadilan dalam Penataan Masalah Ketidakadilan terhadap Masyarakat Akar Rumput

            Pandangan Rawls tentang keadilan langsung berhubungan dengan masyarakat sosial dalam usaha kerja sama demi kepentingan bersama. Kendatinya ada hubungan kerja sama ini akan mendatangkan keutungan dan kesejateraan bersama. Prinsip keadilan John Rawls berkontribusi terhadap upaya politik untuk pemberdayaan masyarakat akar rumput.

            Secara politik masyarakat akar rumput adalah kelompok yang aspirasi politiknya tidak terwakilkan dalam perumusan kebijakan publik. Secara ekonomi masyarakat akar rumput adalah kelompok masyarakat yng memiliki rata-rata pendapatan yang begitu rendah. Secara kultural, mereka adalah kelompok masyarakat yang hidup dengan pandangan dunia (worldview) yang jauh dari klaim modernitas. Lagi pula sekarang ini, ancaman nyata perubahan iklim (climate change) sangat berdampak pada eksitensi masyarakat akar rumput. Selain ruang hidup mereka yang dekat dengan alam, tetapi karena kondisi hidup mereka terus menurun diakibatkan oleh pencemaran lingkungan pada wilayah dunia lain.

            Dalam konteksitas demikian, prinsip keadilan John Rawls menjadi sangat urgen dan relevan. Pertama, prinsip keadilan Jonh Rawls  ialah “setiap orang harus memiliki hak sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang”. Dengan adanya prinsip ini, hendak ditegaskan bahwa masyarakat akar rumput berhak atas kondisi kehidupan yang lebih layak kepada arah kesejahteraan. Dan bahwa mereka berhak menutut persamaan yaitu hak didepan sistem politik ekonomi dan hukum, sebagaimana orang-orang kaya lainnya. Mereka juga berhak atas distribusi kekayaan negara, subsidi pemerintahan, atau bentuk tanggung jawab negara lainnya yang mesti dialami secara konkret oleh masyarakat akar rumput. Dalam hal ini, kebebasan politik baik untuk menyuarakan kehendak politis mereka maupun untuk memperoleh jaminan politis yang sama adalah deretan hak masyarakat sipil harus dipenuhi oleh negara.

            Kedua, prinsip kedua John Rawls mengatakan bahwa distribusi kekayaan negara mesti menguntungkan kelompok yang paling rentan, dan bahwa jabatan politik mesti terbuka secara fair. Masyarakat akar rumput mengalami keterbelakangan dan ketimpangan dalam hal penerimaan distribusi kekayaan negara. Di mana pada umumnya uang negara dikorupsi oelh elit politik ekonomiyang menguntungkan diri mereka sendiri. Hal lainnya adalah sistem ekonomi trickle down effect yang menegaskan bahwa masyarakat misikin akan makmur jika kelas elit terlebih dahulu makmur. Dan ini merupakan suatu penipuan publik. Berkaitan dengan jabatan publik, masyarakat akar rumput tidak memiliki aksesyang terbuka dan setara. Mereka rentan ditolak atau diasingkan dari kontestasi jabatan politis. Lagi pula, biaya demokrasi begitu mahal sehingga mereka hanmpir tidak dapat masuk ke dalamnya.

 

2.5    Catantan Kritis

Hemat saya, dua prinsip keadilan menurut Rawls ini sangat penting dan relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, dua prinsip keadilan menurut Rawls ini tentunya berangkat dari realitas-realitas yang terjadi selama ini di berbagai Negara di dunia. Rawls sendiri juga ingin “mengembalikan” dua prinsip keadilan itu kepada realitas kehidupan berbangsa dan bernegara di mana pun dan kapan pun. Tujuannya jelas ialah untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih bermartabat di dalam kehidupan bersama sebagai satu bangsa dan Negara. Konkretnya, dua prinsip keadilan menurut Rawls ini bertujuan menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, makmur, dan sejahtera untuk seluruh elemen masyarakat, bukan hanya untuk segelintir orang.

Namun, berdasarkan realitas sosial yang terjadi selama ini, refleksi dan pemikiran Rawls tentang dua prinsip keadilan itu hemat saya akan berfaedah jika Negara (dalam hal ini pemerintah pusat, pemerintah daerah, sampai pada tingkat pemerintahan yang paling bawah) sadar dan tahu diri. Sebab, dua prinsip keadilan Rawls ini sangat bergantung pada “belaskasihan” negara kepada masyarakat akar rumput. Negara yang memiliki opsi untuk menghadirkan keadilan bagi masyarakat akar rumput sebagai masyarakat yang paling tidak beruntung. Dalam hal ini, keadilan terhadap masyarakat akar rumput ditentukan oleh Negara. Masyarakat akar rumput tidak punya daya dan kekuatan untuk menentukan sendiri keadilan bagi mereka jika Negara tidak peduli dan tidak berpihak kepada mereka.

Kondisi ini makin diperparah oleh kenyataan bahwa Negara saat ini justru sedang mempertontonkan keegoisan dan keserakahan mereka. Negara melakukan ketidakadilan terhadap masyarakat kecil lewat “perselingkuhan yang mesra” bersama kaum oligark dan kaum kapitalis. Mereka menikmati perselingkuhan itu sembari mengabaikan teriakan dan tangisan masyarakat akar rumput. Akibatnya, Negara melupakan tugas utamanya untuk mengayomi, merangkul, dan menyejahterakan rakyat seluruhnya dan malah lebih mengutamakan “kesejahteraan yang overdosis” dari kaum oligark dan kaum kapitalis.

Hal ini hampir terjadi di seluruh Negara di dunia. Di Indonesia, hal ini juga sudah menjadi hal yang lumrah. Menurut saya, berdasarkan fakta historis dari Negara Indonesia sejak berdirinya sampai saat ini, perselingkuhan yang mesra antara Negara dengan kaum oligark dan kaum kapitalis itu sudah mulai terjadi di Indonesia sejak zaman Orde Baru sampai saat ini. Ada banyak realitas yang menunjukkan konspirasi Negara dengan kaum oligark maupun kaum kapitalis di pelbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, politik, sosial-budaya, olahraga, lingkungan hidup, dan lain-lain. Di dalam “permainan” mereka, masyarakat sebagai basis eksistensi dari sebuah Negara hanya menjadi alat, sarana, budak, penonton, dan penghibur yang menghibur mereka di saat mereka sedang membutuhkan kehadiran masyarakat. Pada titik ini, saya bisa katakana bahwa Negara dengan begitu gagah dan percaya diri menunjukkan dan mempertontonkan perilaku dan tindakan picik di hadapan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat kecil yang kian hari makin parah dan memprihatinkan.

Oleh karena itu, menurut saya, dua prinsip keadilan Rawls akan berfaedah jika dua prinsip keadilan itu diketahui dan dipahami oleh Negara. Jika Negara tahu dan paham dengan prinsip keadilan Rawls, hemat saya, keadilan bagi masyarakat kecil itu perlahan-lahan ada dan menjadi milik masyarakat kecil. Sebab dengan demikian, Negara akan sadar bahwa eksistensinya bukan untuk kaum oligark dan kaum kapitalis, melainkan untuk masyarakat yang sedang membutuhkannya, khususnya masyarakat yang paling tidak beruntung.

Ketika Negara bisa sadar dan mengerti dengan semuanya itu, kebijakan politik dan pelbagai keputusan yang diambil oleh Negara akan berpihak kepada terwujudnya keadilan dan kesejahteraan hidup bagi masyarakat kecil, bukan keadilan dan kesejahteraan hidup kaum oligark dan kaum kapitalis. Dalam hal ini, Negara akan lebih dengar dan peka dengan teriakan dan jeritan masyarakat kecil daripara rayuan dan bujukan kaum oligark dan kaum kapitalis yang sudah sering menghancurkan Negara pada umumnya dan kehidupan masyarakat kecil pada khususnya. Konkretnya, ketika Negara paham dan mengerti dengan dua prinsip keadilan Rawls itu, pelbagai kebijakan dan keputusan politik diambil dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kecil, bukan kebutuhan “perut” kaum oligark dan kapitalis yang sesungguhnya sudah penuh bahkan sesak. Dengan demikian, Negara tidak lagi menyembah kepada kaum oligark dan kaum kapitalis, tetapi mengabdikan diri kepada masyarakat dengan sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan masyarakat kecil.

Akhirnya, hemat saya, pemikiran Rawls tetap relevan dan penting. Syaratnya, pemikiran semacam itu pertama-tama mesti diketahui dan dipahami oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk mengambil kebijakan dan menentukan tujuan dan arah kehidupan Negara, yaitu Negara itu sendiri. Sebab, keputusan-keputusan mereka sangat menentukan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan sebuah Negara ke arah yang lebih baik saat ini dan di masa-masa yang akan datang. Dalam hal ini, nasib masyarakat kecil sangat bergantung pada keberpihakan Negara, walaupun sesungguhnya masyarakat kecil juga memiliki kemampuan untuk menentukan kehidupannya sendiri. Namun, dalam konteks ini, masyarakat kecil sudah memberikan kepercayaan kepada Negara untuk menentukan nasib mereka juga secara struktural dan prosedural. Makanya, Negara memiliki daya dan kekuatan untuk menentukan nasib masyarakat seluruhnya.

 

3.   PENUTUP

Berdasarkan ulasan-ulasan di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa keadilan bagi masyarakat yang paling tidak beruntung merupakan sebuah idaman atau mimpi atau cita-cita yang harus terus diperjuangkan. Memang tidak mudah, tetapi teori, pemikiran, dan pelbagai pengetahuan seperti pemikiran Rawls memiliki makna penting bagi perjuangan itu. Asalkan, teori, pemikiran, dan pengetahuan semacam itu terus disosialisasikan, dikembangkan, bahkan direproduksi dalam kehidupan bersama. Agar dengan demikian, perjuangan untuk mencapai keadilan itu tidak akan pernah berhenti, tetapi terus berlanjut sampai keadilan bagi masyarakat yang paling tidak beruntung itu benar-benar terwujud.

 



[1]Dewi Setyowati, “Memahami Konsep Restorative Justice Sebagai Upaya Sistem Peradilan Pidana Menggapai Keadilan” dalam jurnal Pandecta, 15:1 (Surabaya, 15 Juni 2020), hlm. 122.

[2]Oinike Natalia Harefa, “Ketika Keadilan Bertemu dengan Kasih” dalam jurnal ilmiah Teologi, Pendidikan Sains, Humaniora dan Kebudayaan, 31:13 (Philipphines, 06 May 2020), hlm. 40.

[3]Pan Mohammad Faiz, “Teori Keadilan John Rawls” dalam Jurnal Konstitusi 6:1 (Indonesia, 1 April 2019), hlm. 136.

[4]Ibid.

[5]Ibid., hlm. 137.

[6]Ibid., hlm. 139.

[7]Iqbal Hasanuddin, “Keadilan Sosial: Telaah Atas Filsafat Politik John Rawls”, dalam jurnal Refleksi 17:2 (Universitas Bina Nusantara, Oktober 2018), hlm. 198.

[8]Ibid., hlm.198.

[9]Ibid.

[10]A. Khuadori Saleh, “Mencermati Teori Keadilan Sosial John Rawls”, dalam jurnal Ulul Albad 5:1 ()

[11]Ibid., hlm. 182.

[12]Iqbal Hasanuddin,op. cit., hlm.195.

[13]Ibid.

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda